Peri Labu present:
A KyuMin fanfiction
“Cruel Fairy Tale”
.
.
.
Let You Go
“Dalam lingkar
lenganmu.”
…
…
Sungmin
berubah menjadi lebih dingin dari yang terakhir kali Kyuhyun ingat. Padahal,
Kyuhyun masih bisa merasakan hangat tangannya saat mncengkram tangan mungil itu
dalam kungkungan jemarinya sendiri. Kyuhyun tidak mengerti. Padahal, hari itu
Sungmin sama sekali tidak menghempaskan tangannya. Padahal, Sungmin terlihat
begitu dekat dengannya. Dekat dalam artian, sepertinya ia bisa merengkuh hati
Sungmin saat itu juga.
Nyatanya,
sekarang pemuda itu seperti orang lain saat ia berdiri mengatur fokus
proyektor, bersiap menjelaskan desain apapun yang ada dalam laptopnya. Sungmin
tidak memandangnya. Ia berbicara seakan sosok Kyuhyun tidak nyata berada dalam
ruangan minim cahaya itu.
“Ini
desain yang Anda minta waktu itu. Saya akan menjelaskannya. Silakan mengoreksi
jika tidak berkenan.”
Nada
suara itu datar, seolah pemiliknya tak tahu apa itu emosi. Dan gaya bahasa itu?
Demi Tuhan yang membuatnya kini melihat Sungmin setelah sekian lama, Kyuhyun
berani bersumpah, ia lebih menyukai gaya bahasa Sungmin yang kasar ketimbang
bahasa super formal itu.
“Aku setuju.”
ucap Kyuhyun segera setelah sebuah desain terpampang di layar.
Sungmin mengernyitkan dahinya. Ia muak
selalu mendapat interupsi dari laki-laki ini. “Saya belum memulai, Tuan!”
serunya tegas, penuh penekanan.
Kyuhyun menggeleng, ia tersenyum
menyedihkan. “Aku sudah setuju.” ulangnya. “Karena selalu percaya padamu.”
Sungmin terdiam. Demi Tuhan, ia benci
sekali pada laki-laki berambut ikal itu. Ia benci berada satu ruangan
dengannya. Dan ia mulai muak dengan urusan bisnis ini. Ia merasa, Kyuhyun tidak
pernah melihatnya sebagai rekan kerja.
“Baiklah, kalau begitu—”
“Aku mencarimu, Ming.” Kyuhyun
mengepalkan tangannya kuat-kuat, seakan tengah mencoba mengumpulkan kekuatan
dan keberanian.
Sungmin tidak peduli. Pengakuan itu
membuat kebenciannya makin bertambah.
“Aku—”
“Saya akan segera membuatkan
maketnya.” Sungmin menginterupsi kali ini. “Dan pembangunan—”
“Aku selalu mencarimu.”
Sungmin mengenggam kuat-kuat mouse di tangan kanannya. Saking
kuatnya, Sungmin bahkan tidak peduli saat mouse
itu akhirnya pecah dan membuat telapak tangannya tertusuk. Ia tidak merasakan
apapun. Cairan yang keluar dari kulit tangannya yang robek tidak cukup
menghentikan sakit di balik dadanya.
Sakit karena kebencian yang
bertumpuk.
“Aku membutuhkanmu, Ming.”
‘BRAAKK!’
Sungmin menggebrak mejanya
kuat-kuat. Matanya menyalang marah. Jika tidak cukup memikirkan akibat ke
depannya, Sungmin pasti sudah menghajar habis-habisan laki-laki itu.
“Aku benci pembual yang selalu
mengumbar omong kosong!”
Sungmin menghentakkan kakinya.
Kembali berniat meninggalkan Kyuhyun seperti tempo hari. Tapi tepat saat ia
melewati laki-laki itu, sebuah tangan kurus mendadak mencekal pergelangan
tangannya, menahannya untuk pergi—sama persis dengan kejadian di Sejong Center.
“Aku hampir gila karena mencarimu!”
ungkap Kyuhyun, suaranya mulai serak. Sementara tubuhnya merosot jatuh,
berlutut di hadapan Sungmin.
“Lepaskan!”
“Tapi sekarang, aku sudah
menemukanmu.”
“LEPASKAN KATAKU!”
Sungmin berteriak, dadanya naik
turun. Tapi Kyuhyun masih bergeming di posisinya. Hening sejenak saat cairan
berjatuhan dari wajah Kyuhyun yang menunduk, membasahi lantai di bawahnya.
“Tidak peduli seberapa lama aku
mencari, sekarang aku sudah menemukanmu.”
Sungmin tersenyum sinis. “Kau
menjijikkan, Cho Kyuhyun!”
Kyuhyun mendongak. Wajahnya penuh
airmata. Tapi ia tersenyum. Tangannya yang mencengkram pergelangan Sungmin
terlepas.
“Aku juga tak tahu malu, kan, Ming?”
Kyuhyun berdiri dari posisinya. Membuat Sungmin harus mendongak demi menatap
jijik ke dalam mata Kyuhyun. “Tapi aku—”
‘Grep!’
Sungmin membelalak kaget, ia tidak
tahu bagaimana tepatnya. Gerakan Kyuhyun terlalu cepat saat laki-laki itu
kembali menarik tangannya dan membawa tubuhnya mendekat, masuk dalam rengkuhan
kedua lengan itu. Tubuh Sungmin membeku, tepat bersamaan dengan bisikan Kyuhyun
yang menggema menggetarkan seluruh bentuk kebenciannya.
“—selalu mencintaimu.”
..::.
“Wookie-ya?”
Ryeowook menghentikan langkahnya
saat suara merdu itu terdengar. Ia menoleh pada pemilik suara, lantas memberikannya
seulas senyuman paling manis.
“Hyeong.”
panggilnya senang.
Yesung masih dengan tampang
kebingungannya. Tidak biasanya Ryeowook datang ke kantor ini. Lagipula,
sisa-sisa pekerjaan sehabis pameran kemarin seharusnya belum usai.
“Apa yang kau lakukan di sini?”
tanyanya, memilih untuk membuang jauh-jauh rasa penasaran itu.
Ryeowook terus tersenyum manis.
“Tentu saja ingin menemui Sungmin hyeong.
Sudah lama sekali kami tidak makan siang bersama. Jadi, aku meluangkan waktu ke
sini.” jawabnya panjang.
Jawaban yang terlalu panjang untuk
membuat Yesung seketika menyesal menanyakan hal barusan.
“Sungmin hyeong ada di ruangannya, kan?”
Yesung mengangguk kecil. Ryeowook
yang sekarang—Ryeowook yang telah dewasa—tidak lagi mencari Yesung seperti
dulu.
“Tapi Sungminnie sedang presentasi.”
Yesung memberi tahu.
“Tidak masalah.” Ryeowook
menggeleng. Sejenak, ada kilat kecemburuan dalam manik matanya.
Ya, cemburu. Sungmin ada dalam
ruangannya, di bawah cahaya redup bersama seorang pria. Kalau saja laki-laki
itu adalah klien biasa, Ryeowook tidak perlu kalut. Hanya saja, ia merasa Cho
Kyuhyun bukan sekedar klien seperti yang selama ini bekerja bersama Sungmin.
Sedikit banyak, kehadiran laki-laki itu yang membuat Sungminnya sedikit
berbeda.
Kakunya pembicaraan antara ia,
Sungmin, Kyuhyun, dan Nona Seo di tempat pameran, sudah jelas membuat Ryeowook
khawatir. Jangan salahkan Ryeowook, sebab ia benar-benar tidak bisa
menghentikan pemikirannya: bahwa cepat atau lambat, Cho Kyuhyun bisa saja
benar-benar menggoyahkan Sungmin. Tidak peduli kenyataan bahwa laki-laki
tersebut memiliki seorang tunangan yang sangat cantik.
“Aku tidak akan mengganggu, Hyeong.” ucapnya final. Terdengar
seperti titah yang tidak bisa dibantah.
Yesung tertegun. Ia mengenali nada
suara itu dengan baik. Nada dengan penekanan yang sudah lama tidak ia dengar
dari cara bicara Ryeowook.
Ryeowook memang tidak berniat
menganggu pekerjaan Sungmin. Ia hanya akan duduk di sana, sekedar memberi
peringatan tak langsung pada Cho Kyuhyun bahwa Sungmin miliknya. Bahwa siapapun
tidak boleh mengambil Sungmin dari genggamannya.
“Aku tahu kau tidak akan menganggu,
Wookie-ya.” jawab Yesung sekenanya.
Laki-laki berkepala besar tersebut
tampak enggan untuk bersuara, tapi Ryeowook terlalu sibuk dengan kecurigaannya
sendiri untuk mendengar derak patah dari puing-puing hati milik Yesung.
“Aku ke sana sekarang. Annyeong, Hyeong.” ucapnya sambil
berlalu.
Ryeowook tidak menoleh lagi pada
Yesung. Ia tidak ingin dihalangi. Perasaannya benar-benar kalut—meski sedikit
senang melihat Yesung ada di sana. Dan ia tahu, hatinya makin tak enak saat ia
sudah berdiri tepat di depan pintu ruangan Sungmin. Tangannya terulur demi
memegang gagang besi yang ada di pintu. Ia hanya perlu mendorongnya, berjalan
ke ruang kecil dalam ruangan itu, lalu ia akan menemukan Sungmin.
Ada ragu yang menggelayut di balik
dada Ryeowook. Ini sudah di luar batas kenormalan dirinya, di luar batas
toleransi antara dirinya dan Sungmin. Mereka berjanji untuk saling memercayai,
berjanji untuk tidak mengkhawatirkan apapun karena mereka saling memiliki.
Tapi, salahkah Ryeowook yang melangkah keluar batas untuk memastikan bahwa
semuanya tetap baik-baik saja?
Tidak! Ryeowook rasa, ia tidak
salah. Cinta memang perlu keegoisan. Cinta kadang harus dipaksa agar semuanya
tetap berada di jalur yang semestinya.
Dan Ryeowook benar-benar melakukan
itu dengan membuka pintu besar di sana. Langkahnya pelan-pelan menapak sambil
mencoba untuk memasang senyum sewajar mungkin. Ia tidak ingin terlihat aneh dan
buruk di hadapan Sungmin.
“Tapi aku … selalu mencintaimu.”
Langkah Ryeowook terhenti begitu
saja. Senyum yang ia paksa untuk terulas, berubah menjadi kaku. Ia menelan
ludah dengan susah payah saat tubuhnya terasa menegang luar biasa. Ia bisa
mendengar dengan jelas suara bass
itu—suara bass yang ia ketahui milik
Cho Kyuhyun.
Ryeowook terus melangkah, melewati
ruangan yang biasanya ada Sungmin yang duduk di kursi putarnya. Perlahan,
sedikit demi sedikit, ia bisa melihat punggung Kyuhyun. Perasaannya makin
bergejolak, kedua kepalan tangannya tergenggam kuat-kuat, amarah menggelegak
begitu saja. Dan Ryeowook bisa merasakan puncak dari semua perasaan menyebalkan
itu saat mata karamelnya menemukan Sungmin berada di antara kedua lingkar
lengan Kyuhyun.
Sungminnya yang tampak tidak mampu
bergerak untuk mengelak dari tubuh kurus itu.
“CHO KYUHYUN SSI!” Ryeowook berteriak kalap.
Pelukan itu terlepas. Kyuhyun
berbalik terkejut, sementara Sungmin tampak syok. Ryeowook melangkah secepat
kilat, lantas menarik tubuh Kyuhyun menjauh dari Sungmin dengan seluruh
tenaganya. Akal sehatnya perlahan terbang, menguap tergantikan amarah yang
hebat.
“MENJAUH DARINYA, CHO KYUHYUN!”
Ryeowook terus berteriak kalap.
Entah amarah yang membuatnya
mendadak kuat atau Kyuhyun yang lemah, dengan mudah Ryeowook mendorong tubuh
Kyuhyun hingga laki-laki kurus itu terhempas jatuh setelah menubruk pinggiran
meja.
Kyuhyun tidak banyak bereaksi,
kecuali mengeluh sakit di punggungnya. Ia terlalu terkejut mendengar teriakan
dari suara nyaring pemuda mungil itu, lantas tahu-tahu tubuhnya sudah didorong
kuat.
“Kuperingatkan padamu untuk tidak
menemuinya lagi, Cho Kyuhyun!” perintahnya penuh penekanan, tangannya memegang
kerah kemeja Kyuhyun, menggenggamnya kuat-kuat hingga tampaknya laki-laki itu
bisa tercekik.
Ryeowook baru akan melayangkan satu
tinju penuh tenaga—hasil latihan otodidak tentang dasar bela diri—saat
tahu-tahu Yesung muncul di ujung ruangan. Pria itu membelalakkan matanya,
sebelum meneriaki adiknya yang bersiap melebamkan wajah seseorang.
“KIM RYEOWOOK!”
Yang dipanggil tidak menanggapi.
Yesung belum sempat mencegah saat kepalan tangan yang mungil milik Ryeowook
mendarat lumayan keras di pipi Kyuhyun, meninggalkan jejak yang perlahan
memerah.
Kyuhyun tetap tidak melakukan apapun.
Ia cukup tahu bahwa ia pantas mendapatkan pukulan barusan.
“KIM RYEOWOOK!”
Yesung dengan sigap menarik kedua
lengan Ryeowook, menjauhkannya dari Kyuhyun yang kini mengusap pipinya dengan
punggung tangan. Ryeowook memberontak dalam cengkraman Yesung, tapi laki-laki
itu cukup kuat untuk menahan dongsaeng-nya
yang kalap. Ryeowook yang sekarang sama persis dengan Ryeowook yang dulu.
Sungmin sendiri membelalakkan
matanya. Ia pernah melihat Ryeowook berontak seperti kesetanan. Tapi ia tidak
pernah melihat pemuda mungil yang manis itu memukul orang. Ryeowook sekarang,
bukan Ryeowook yang dikenali oleh Sungmin.
“LEPASKAN AKU, KIM JONG WOON!”
Yesung tidak memedulikan seberapa
memekakkan suara Ryeowook di telinganya. Ia bahkan tidak harus peduli pada
kuku-kuku Ryeowook yang menancap di tangannya, minta dilepaskan. Yang Yesung
pedulikan hanya satu: menenangkan Ryeowook.
“Aku tidak akan melepaskanmu, Wook!”
Yesung memeluk tubuh mungil itu yang sepertinya benar-benar tidak kehabisan
tenaga untuk berontak. “Aku tidak akan pernah melepaskanmu.”
Dekapan Yesung mendalam,
menenggelamkan kepala Ryeowook di dadanya.
Kyuhyun terdiam. Entah mengapa,
melihat bagaimana Yesung memeluk Ryeowook, pemikiran bahwa hubungan keduanya
lebih dari saudara merasuk begitu saja. Bahwa baik Kim Yesung maupun Kim
Ryeowook memang saling membutuhkan satu sama lain. Kyuhyun masih bergelut
dengan pemikiran anehnya, saat Sungmin berjalan dengan tersaruk ke arah Kim
bersaudara itu.
Laki-laki bermarga Lee tersebut
menarik lengan Ryeowook, melepaskan rangkulan Yesung. Yesung tidak bersikeras
untuk tetap mendekap tubuh Ryeowook. Ia membiarkan Sungmin meraup seluruh
atensi Ryeowook hanya untuknya.
“Tenanglah, Ryeowook-ah!” bisiknya pelan. Tangan Sungmin
menangkup wajah Ryeowook, matanya menatap dalam-dalam karamel itu.
Seperti mendapat sihir terlarang yang
tidak mampu dilawannya, Ryeowook berhenti bergerak. Ia terdiam. Manik sewarna
madu dalam matanya balas menatap mata rubah milik Sungmin. Seakan, begitulah
cara mereka berkomunikasi secara mendalam.
“Kajima,
Hyeong!” Ryeowook memohon. “Jangan
pergi dengan orang lain.”
Sungmin menggeleng. “Aku tidak akan
ke mana-mana.”
Yesung terdiam melihat interaksi
keduanya. Ryeowook, cinta pertamanya, orang yang selalu ada dalam hatinya
bagaimanapun ia menghapus nama itu, orang yang juga menjadi adik
sematawayangnya.
Sementara Sungmin, orang yang pernah
ia pikir ia cintai. Orang yang ia ambil dari kehidupannya yang indah, orang
yang menjadi korban atas keegoisannya untuk menghapus Ryeowook.
Ia memang bisa menjauh dari
Ryeowook. Tapi tidak bisa terus memertahankan Sungmin untuk ia cintai. Segala
bentuk kekacauan ini adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.
Di tempatnya, Kyuhyun termangu.
Sungmin yang dulu, hanya mengkhawatirkan Kyuhyun. Sungmin yang dulu, akan
berlari panik jika ada yang memukul Kyuhyun. Tapi sekarang, jangankan
menghampiri, Sungmin bahkan tidak meliriknya. Dan sekarang, pemuda cantik itu
malah menenangkan orang lain.
Sungmin yang sekarang memang bukan
Sungminnya. Bukan lagi.
Kyuhyun memejamkan matanya
kuat-kuat. Kim Ryeowook butuh Lee Sungmin. Bahkan Kim Yesung pun tidak mampu
memenangkan hati laki-laki itu. Jadi, cela yang mana lagi yang bisa dimasuki
Kyuhyun untuk merebut Sungmin?
Tidak ada. Kyuhyun sudah kalah. Ia
telah kalah tepat bertahun-tahun lalu, saat Sungmin menatap kecewa padanya.
Saat Sungmin menangis untuk kali pertama karena luka yang ditorehkannya.
Luka yang membuat Sungmin menutup
diri dalam dunia bernama Kim Ryeowook.
..::.
Sejam berlalu sejak Sungmin dan
Ryeowook tiba di apartemen mereka. Yesung meminta keduanya untuk pulang,
sementara ia sendiri melanjutkan pembicaraan bisnis dengan Kyuhyun.
Sejam itu diisi keheningan. Baik
Sungmin maupun Ryeowook tidak mengatakan apa-apa. Sungmin hanya menarik kepala
Ryeowook demi menyandarkannya di bahunya.
“Apa kau membenciku, Hyeong?”
Kepala
Ryeowook menjauh dari pundak Sungmin. Pemuda itu menoleh, sedikit mendongak
mencari mata laki-laki di sebelahnya. Pandangan mata Ryeowook mengarah pada Sungmin.
Pandangan mata yang dapat diterjemahkan sebagai sebuah tuntutan oleh laki-laki
itu. Sungmin menurunkan sejenak pandangannya ke lantai, sebelum akhirnya ia
menggeleng tepat saat matanya kembali membalas pandangan pemuda yang lebih muda
darinya itu.
“Aniyo,” gumamnya saru, “aku tidak pernah
membencimu, Ryeowook-ah. Sekalipun
tidak.”
Ryeowook
yang kali ini menurunkan pandangannya. Ditatapnya karpet berwarna pink lembut di bawah kaki mereka. Warna
feminin yang hangat. Warna yang dulu begitu difavorikannya karena Sungmin
menggilainya, warna yang menjadi tema keseluruhan apartemen ini, warna yang—
—kali
ini membuatnya sedikit takut.
Pink terlalu ceria, terlalu hangat,
terlalu rapuh. Kebahagiaan yang sedikit banyak dapat membutakan siapapun.
Termasuk dirinya. Kebahagiaan yang tidak bisa melihat luka pada orang yang ia
seret di dalamnya.
Dan
yang terluka itu bernama Sungmin. Lee Sungmin. Laki-laki yang selama ini
menemaninya menjadi egois. Menemaninya hidup dalam dunia yang ia ciptakan
sendiri. Dunia kanvas dengan batasan-batasan sempit berbentuk persegi.
“Tidak
apa-apa jika kau membenciku.” Suara Ryeowook menggugu. Tapi Sungmin masih bisa
mendengar dengan jelas, ada nada angkuh dalam tiap kata pemuda itu. “Aku
membuat segalanya menjadi sulit untukmu. Ini masalahku yang tidak bisa menahan
diri, padahal kau sendiri selalu percaya padaku. Kau boleh membenciku.”
Senyum
kecil tergantung di wajah Sungmin. Kedua lengannya yang kurus merangkul tubuh
mungil pemuda itu, membawanya kembali masuk ke dalam dekapannya. Satu tangannya
mengelus-ngelus rambut Ryeowook sayang, sekali lagi menawarkan sebuah
kenyamanan.
“Apa
yang kau khawatirkan, Ryeowook-ah?”
Ryeowook
tidak menjawab dengan suaranya, namun ia menggeleng lemah.
“Jangan
mengkhawatirkan apapun.” Sungmin bergerak mencium puncak kepala dongsaeng-nya itu, lalu membisikkan
kalimat magis yang selalu berhasil membuat keduanya tenang satu sama lain.
“Jangan khawatir, karena aku mencintaimu.”
Ryeowook
memejamkan matanya. Kini, ia memang merasa lebih tenang. Tapi, ada secuil
ketakutan dalam ketenangan itu. Ketakutan akan pengingkaran dari kalimat Sungmin.
Ryeowook takut. Semakin kalimat itu menenangkan, akan semakin sakit nantinya
saat ternyata kalimat itu tidak lagi benar di masa depan mereka.
Ryeowook
tersenyum sinis, mengejek dirinya sendiri. Masa depan? Ryeowook seharusnya
sadar lebih awal, malam di mana Sungmin menangis pilu di kamarnya adalah akhir
dari hubungan mereka.
Cho
Kyuhyun bukan klien biasa. Ia tidak meminta untuk dibangunkan sebuah rumah. Ia
meminta hati Sungmin untuk kembali padanya. Ryeowook tahu itu. Hanya dengan
melihat bagaimana Kyuhyun memandang Sungmin, Ryeowook sudah bisa membaca
seluruh keadaan.
Ia
memang tidak tahu bagaimana hubungan keduanya di masa lalu. Tapi, perlakuan
Kyuhyun yang memeluk Sungmin seolah melengkapi seluruh puzzle yang ada. Sungmin dengan mata terluka ketika kali pertama
mereka bertemu, Sungmin yang hanya hidup dalam dunianya sendiri, dan Sungmin
yang dulu memeluknya saat ia mengamuk.
Ryeowook
sekarang tahu. Bahkan, mungkin ialah yang paling tahu apa yang terjadi. Ia
yakin, ia tahu sebanyak yang Sungmin tahu.
Dulu.
Ryeowook melihatnya sebagai malaikat dengan sebelah sayap yang patah. Karena
itu, seluruh lukisan yang ia persembahkan untuk Sungmin, berwujud malaikat. Tapi
sekarang, Ryeowook bisa melihat, ada hitam yang menodai sebelah sayapnya yang
tersisa.
Sungmin
bukan malaikat semurni itu. Ia tetap manusia yang menyimpan sisi kelam dalam
dirinya. Bukankah manusia memiliki sisi malaikat dan iblis dalam dirinya?
Sungmin pun begitu. Sebaik apapun ia, se-angelic
apapun ia, ia tetap menyimpan dendam dalam hatinya. Dan sisi iblisnya menyimpan
dendam itu dengan baik.
..::.
Langkah
itu tersaruk saat tapakannya mendekati ruangan di sana. Kyuhyun berjalan
pelan-pelan, mendekati Seohyun yang tengah memasakkan jajangmyeon di dapur untuknya. Kyuhyun selalu suka jajangmyeon, jadi begitu Seohyun melihat
Kyuhyun pulang beberapa menit lalu, ia lantas memasakkan mie berwarna hitam itu
untuk tunangannya.
“Hyun-ah …,” panggil Kyuhyun pelan.
Seohyun
berbalik dengan senyum di wajahnya yang bulat. Sesegera mungkin ia mendekati
Kyuhyun.
“Kau
sudah makan siang, Oppa? Aku
memasakkan jajangmyeon untukmu.”
ucapnya riang.
Ekspresi
bahagia Seohyun berbanding terbalik dengan wajah muram Kyuhyun. Gadis itu
menghilangkan senyum yang menggantung di bibirnya, lantas memandang khawatir
pada Kyuhyun.
“Gwaenchana yo?”
Kyuhyun
menggeleng. Jika itu pada Seohyun, ia tidak perlu berbohong. Seohyun sudah
terlalu sering melihatnya serapuh ini.
“Ayo
pulang, Seohyun-ah.” bisiknya pelan.
Tangan Kyuhyun terulur, menyentuh lembut
pipi Seohyun dengan telapak tangannya.
Seohyun
mematung. “Kita ada di rumah, Oppa.”
“Kembali
ke Praha.” Kyuhyun mendekatkan tubuhnya demi memeluk tubuh yang sangat mungil
milik gadis itu.
Seohyun
membulatkann matanya, antara terkejut dengan ajakan Kyuhyun dan bergetar oleh
dekapan itu. “Ke-kenapa?”
“Kita
ke Praha, meninggalkan Seoul selamanya. Lalu menikah.”
Napas
Seohyun berhenti. Untuk beberapa jeda, ia bahkan lupa bagaimana caranya
bernapas. “A-apa maksudmu, Kyuhyun Oppa?”
Kyuhyun
menggelengkan kepalanya. Seohyun memang tidak melihatnya, tapi ia tahu Kyuhyun
perlahan meneteskan airmata. Ia bisa merasakan tubuh laki-laki itu berguncang
pelan.
“Aku
… melepaskannya, Hyun-ah.” aku Kyuhyun
kemudian, suaranya serak, terdengar amat pilu dan kesakitan. “Aku
melepaskannya.”
..::.