Jumat, 17 Mei 2013

Cruel Fairy Tale Part 10


Peri Labu present:
A KyuMin fanfiction
“Cruel Fairy Tale”
.
.
.
Let You Go
 “Dalam lingkar lenganmu.”
            Sungmin berubah menjadi lebih dingin dari yang terakhir kali Kyuhyun ingat. Padahal, Kyuhyun masih bisa merasakan hangat tangannya saat mncengkram tangan mungil itu dalam kungkungan jemarinya sendiri. Kyuhyun tidak mengerti. Padahal, hari itu Sungmin sama sekali tidak menghempaskan tangannya. Padahal, Sungmin terlihat begitu dekat dengannya. Dekat dalam artian, sepertinya ia bisa merengkuh hati Sungmin saat itu juga.
            Nyatanya, sekarang pemuda itu seperti orang lain saat ia berdiri mengatur fokus proyektor, bersiap menjelaskan desain apapun yang ada dalam laptopnya. Sungmin tidak memandangnya. Ia berbicara seakan sosok Kyuhyun tidak nyata berada dalam ruangan minim cahaya itu.
            “Ini desain yang Anda minta waktu itu. Saya akan menjelaskannya. Silakan mengoreksi jika tidak berkenan.”
            Nada suara itu datar, seolah pemiliknya tak tahu apa itu emosi. Dan gaya bahasa itu? Demi Tuhan yang membuatnya kini melihat Sungmin setelah sekian lama, Kyuhyun berani bersumpah, ia lebih menyukai gaya bahasa Sungmin yang kasar ketimbang bahasa super formal itu.
            “Aku setuju.” ucap Kyuhyun segera setelah sebuah desain terpampang di layar.
            Sungmin mengernyitkan dahinya. Ia muak selalu mendapat interupsi dari laki-laki ini. “Saya belum memulai, Tuan!” serunya tegas, penuh penekanan.
            Kyuhyun menggeleng, ia tersenyum menyedihkan. “Aku sudah setuju.” ulangnya. “Karena selalu percaya padamu.”
            Sungmin terdiam. Demi Tuhan, ia benci sekali pada laki-laki berambut ikal itu. Ia benci berada satu ruangan dengannya. Dan ia mulai muak dengan urusan bisnis ini. Ia merasa, Kyuhyun tidak pernah melihatnya sebagai rekan kerja.
            “Baiklah, kalau begitu—”
            “Aku mencarimu, Ming.” Kyuhyun mengepalkan tangannya kuat-kuat, seakan tengah mencoba mengumpulkan kekuatan dan keberanian.
            Sungmin tidak peduli. Pengakuan itu membuat kebenciannya makin bertambah.
            “Aku—”
            “Saya akan segera membuatkan maketnya.” Sungmin menginterupsi kali ini. “Dan pembangunan—”
            “Aku selalu mencarimu.”
            Sungmin mengenggam kuat-kuat mouse di tangan kanannya. Saking kuatnya, Sungmin bahkan tidak peduli saat mouse itu akhirnya pecah dan membuat telapak tangannya tertusuk. Ia tidak merasakan apapun. Cairan yang keluar dari kulit tangannya yang robek tidak cukup menghentikan sakit di balik dadanya.
            Sakit karena kebencian yang bertumpuk.
            Aku membutuhkanmu, Ming.”
            ‘BRAAKK!’
            Sungmin menggebrak mejanya kuat-kuat. Matanya menyalang marah. Jika tidak cukup memikirkan akibat ke depannya, Sungmin pasti sudah menghajar habis-habisan laki-laki itu.
            “Aku benci pembual yang selalu mengumbar omong kosong!”
            Sungmin menghentakkan kakinya. Kembali berniat meninggalkan Kyuhyun seperti tempo hari. Tapi tepat saat ia melewati laki-laki itu, sebuah tangan kurus mendadak mencekal pergelangan tangannya, menahannya untuk pergi—sama persis dengan kejadian di Sejong Center.
            “Aku hampir gila karena mencarimu!” ungkap Kyuhyun, suaranya mulai serak. Sementara tubuhnya merosot jatuh, berlutut di hadapan Sungmin.
            “Lepaskan!”
            “Tapi sekarang, aku sudah menemukanmu.”
            “LEPASKAN KATAKU!”
            Sungmin berteriak, dadanya naik turun. Tapi Kyuhyun masih bergeming di posisinya. Hening sejenak saat cairan berjatuhan dari wajah Kyuhyun yang menunduk, membasahi lantai di bawahnya.
            “Tidak peduli seberapa lama aku mencari, sekarang aku sudah menemukanmu.”
            Sungmin tersenyum sinis. “Kau menjijikkan, Cho Kyuhyun!”
            Kyuhyun mendongak. Wajahnya penuh airmata. Tapi ia tersenyum. Tangannya yang mencengkram pergelangan Sungmin terlepas.
            “Aku juga tak tahu malu, kan, Ming?” Kyuhyun berdiri dari posisinya. Membuat Sungmin harus mendongak demi menatap jijik ke dalam mata Kyuhyun. “Tapi aku—”
            ‘Grep!’
            Sungmin membelalak kaget, ia tidak tahu bagaimana tepatnya. Gerakan Kyuhyun terlalu cepat saat laki-laki itu kembali menarik tangannya dan membawa tubuhnya mendekat, masuk dalam rengkuhan kedua lengan itu. Tubuh Sungmin membeku, tepat bersamaan dengan bisikan Kyuhyun yang menggema menggetarkan seluruh bentuk kebenciannya.
            “—selalu mencintaimu.”
..::.
            “Wookie-ya?”
            Ryeowook menghentikan langkahnya saat suara merdu itu terdengar. Ia menoleh pada pemilik suara, lantas memberikannya seulas senyuman paling manis.
            Hyeong.” panggilnya senang.
            Yesung masih dengan tampang kebingungannya. Tidak biasanya Ryeowook datang ke kantor ini. Lagipula, sisa-sisa pekerjaan sehabis pameran kemarin seharusnya belum usai.
            “Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya, memilih untuk membuang jauh-jauh rasa penasaran itu.
            Ryeowook terus tersenyum manis. “Tentu saja ingin menemui Sungmin hyeong. Sudah lama sekali kami tidak makan siang bersama. Jadi, aku meluangkan waktu ke sini.” jawabnya panjang.
            Jawaban yang terlalu panjang untuk membuat Yesung seketika menyesal menanyakan hal barusan.
            “Sungmin hyeong ada di ruangannya, kan?”
            Yesung mengangguk kecil. Ryeowook yang sekarang—Ryeowook yang telah dewasa—tidak lagi mencari Yesung seperti dulu.
            “Tapi Sungminnie sedang presentasi.” Yesung memberi tahu.
            “Tidak masalah.” Ryeowook menggeleng. Sejenak, ada kilat kecemburuan dalam manik matanya.
            Ya, cemburu. Sungmin ada dalam ruangannya, di bawah cahaya redup bersama seorang pria. Kalau saja laki-laki itu adalah klien biasa, Ryeowook tidak perlu kalut. Hanya saja, ia merasa Cho Kyuhyun bukan sekedar klien seperti yang selama ini bekerja bersama Sungmin. Sedikit banyak, kehadiran laki-laki itu yang membuat Sungminnya sedikit berbeda.
            Kakunya pembicaraan antara ia, Sungmin, Kyuhyun, dan Nona Seo di tempat pameran, sudah jelas membuat Ryeowook khawatir. Jangan salahkan Ryeowook, sebab ia benar-benar tidak bisa menghentikan pemikirannya: bahwa cepat atau lambat, Cho Kyuhyun bisa saja benar-benar menggoyahkan Sungmin. Tidak peduli kenyataan bahwa laki-laki tersebut memiliki seorang tunangan yang sangat cantik.
            “Aku tidak akan mengganggu, Hyeong.” ucapnya final. Terdengar seperti titah yang tidak bisa dibantah.
            Yesung tertegun. Ia mengenali nada suara itu dengan baik. Nada dengan penekanan yang sudah lama tidak ia dengar dari cara bicara Ryeowook.
            Ryeowook memang tidak berniat menganggu pekerjaan Sungmin. Ia hanya akan duduk di sana, sekedar memberi peringatan tak langsung pada Cho Kyuhyun bahwa Sungmin miliknya. Bahwa siapapun tidak boleh mengambil Sungmin dari genggamannya.
            “Aku tahu kau tidak akan menganggu, Wookie-ya.” jawab Yesung sekenanya.
            Laki-laki berkepala besar tersebut tampak enggan untuk bersuara, tapi Ryeowook terlalu sibuk dengan kecurigaannya sendiri untuk mendengar derak patah dari puing-puing hati milik Yesung.
            “Aku ke sana sekarang. Annyeong, Hyeong.” ucapnya sambil berlalu.
            Ryeowook tidak menoleh lagi pada Yesung. Ia tidak ingin dihalangi. Perasaannya benar-benar kalut—meski sedikit senang melihat Yesung ada di sana. Dan ia tahu, hatinya makin tak enak saat ia sudah berdiri tepat di depan pintu ruangan Sungmin. Tangannya terulur demi memegang gagang besi yang ada di pintu. Ia hanya perlu mendorongnya, berjalan ke ruang kecil dalam ruangan itu, lalu ia akan menemukan Sungmin.
            Ada ragu yang menggelayut di balik dada Ryeowook. Ini sudah di luar batas kenormalan dirinya, di luar batas toleransi antara dirinya dan Sungmin. Mereka berjanji untuk saling memercayai, berjanji untuk tidak mengkhawatirkan apapun karena mereka saling memiliki. Tapi, salahkah Ryeowook yang melangkah keluar batas untuk memastikan bahwa semuanya tetap baik-baik saja?
            Tidak! Ryeowook rasa, ia tidak salah. Cinta memang perlu keegoisan. Cinta kadang harus dipaksa agar semuanya tetap berada di jalur yang semestinya.
            Dan Ryeowook benar-benar melakukan itu dengan membuka pintu besar di sana. Langkahnya pelan-pelan menapak sambil mencoba untuk memasang senyum sewajar mungkin. Ia tidak ingin terlihat aneh dan buruk di hadapan Sungmin.
            “Tapi aku … selalu mencintaimu.”
            Langkah Ryeowook terhenti begitu saja. Senyum yang ia paksa untuk terulas, berubah menjadi kaku. Ia menelan ludah dengan susah payah saat tubuhnya terasa menegang luar biasa. Ia bisa mendengar dengan jelas suara bass itu—suara bass yang ia ketahui milik Cho Kyuhyun.
            Ryeowook terus melangkah, melewati ruangan yang biasanya ada Sungmin yang duduk di kursi putarnya. Perlahan, sedikit demi sedikit, ia bisa melihat punggung Kyuhyun. Perasaannya makin bergejolak, kedua kepalan tangannya tergenggam kuat-kuat, amarah menggelegak begitu saja. Dan Ryeowook bisa merasakan puncak dari semua perasaan menyebalkan itu saat mata karamelnya menemukan Sungmin berada di antara kedua lingkar lengan Kyuhyun.
            Sungminnya yang tampak tidak mampu bergerak untuk mengelak dari tubuh kurus itu.
            “CHO KYUHYUN SSI!” Ryeowook berteriak kalap.
            Pelukan itu terlepas. Kyuhyun berbalik terkejut, sementara Sungmin tampak syok. Ryeowook melangkah secepat kilat, lantas menarik tubuh Kyuhyun menjauh dari Sungmin dengan seluruh tenaganya. Akal sehatnya perlahan terbang, menguap tergantikan amarah yang hebat.
            “MENJAUH DARINYA, CHO KYUHYUN!” Ryeowook terus berteriak kalap.
            Entah amarah yang membuatnya mendadak kuat atau Kyuhyun yang lemah, dengan mudah Ryeowook mendorong tubuh Kyuhyun hingga laki-laki kurus itu terhempas jatuh setelah menubruk pinggiran meja.
            Kyuhyun tidak banyak bereaksi, kecuali mengeluh sakit di punggungnya. Ia terlalu terkejut mendengar teriakan dari suara nyaring pemuda mungil itu, lantas tahu-tahu tubuhnya sudah didorong kuat.
            “Kuperingatkan padamu untuk tidak menemuinya lagi, Cho Kyuhyun!” perintahnya penuh penekanan, tangannya memegang kerah kemeja Kyuhyun, menggenggamnya kuat-kuat hingga tampaknya laki-laki itu bisa tercekik.
            Ryeowook baru akan melayangkan satu tinju penuh tenaga—hasil latihan otodidak tentang dasar bela diri—saat tahu-tahu Yesung muncul di ujung ruangan. Pria itu membelalakkan matanya, sebelum meneriaki adiknya yang bersiap melebamkan wajah seseorang.
            “KIM RYEOWOOK!”
            Yang dipanggil tidak menanggapi. Yesung belum sempat mencegah saat kepalan tangan yang mungil milik Ryeowook mendarat lumayan keras di pipi Kyuhyun, meninggalkan jejak yang perlahan memerah.
           Kyuhyun tetap tidak melakukan apapun. Ia cukup tahu bahwa ia pantas mendapatkan pukulan barusan.
            “KIM RYEOWOOK!”
            Yesung dengan sigap menarik kedua lengan Ryeowook, menjauhkannya dari Kyuhyun yang kini mengusap pipinya dengan punggung tangan. Ryeowook memberontak dalam cengkraman Yesung, tapi laki-laki itu cukup kuat untuk menahan dongsaeng-nya yang kalap. Ryeowook yang sekarang sama persis dengan Ryeowook yang dulu.
            Sungmin sendiri membelalakkan matanya. Ia pernah melihat Ryeowook berontak seperti kesetanan. Tapi ia tidak pernah melihat pemuda mungil yang manis itu memukul orang. Ryeowook sekarang, bukan Ryeowook yang dikenali oleh Sungmin.
            “LEPASKAN AKU, KIM JONG WOON!”
            Yesung tidak memedulikan seberapa memekakkan suara Ryeowook di telinganya. Ia bahkan tidak harus peduli pada kuku-kuku Ryeowook yang menancap di tangannya, minta dilepaskan. Yang Yesung pedulikan hanya satu: menenangkan Ryeowook.
            “Aku tidak akan melepaskanmu, Wook!” Yesung memeluk tubuh mungil itu yang sepertinya benar-benar tidak kehabisan tenaga untuk berontak. “Aku tidak akan pernah melepaskanmu.”
            Dekapan Yesung mendalam, menenggelamkan kepala Ryeowook di dadanya.
            Kyuhyun terdiam. Entah mengapa, melihat bagaimana Yesung memeluk Ryeowook, pemikiran bahwa hubungan keduanya lebih dari saudara merasuk begitu saja. Bahwa baik Kim Yesung maupun Kim Ryeowook memang saling membutuhkan satu sama lain. Kyuhyun masih bergelut dengan pemikiran anehnya, saat Sungmin berjalan dengan tersaruk ke arah Kim bersaudara itu.
            Laki-laki bermarga Lee tersebut menarik lengan Ryeowook, melepaskan rangkulan Yesung. Yesung tidak bersikeras untuk tetap mendekap tubuh Ryeowook. Ia membiarkan Sungmin meraup seluruh atensi Ryeowook hanya untuknya.
            “Tenanglah, Ryeowook-ah!” bisiknya pelan. Tangan Sungmin menangkup wajah Ryeowook, matanya menatap dalam-dalam karamel itu.
           Seperti mendapat sihir terlarang yang tidak mampu dilawannya, Ryeowook berhenti bergerak. Ia terdiam. Manik sewarna madu dalam matanya balas menatap mata rubah milik Sungmin. Seakan, begitulah cara mereka berkomunikasi secara mendalam.
            Kajima, Hyeong!” Ryeowook memohon. “Jangan pergi dengan orang lain.”
            Sungmin menggeleng. “Aku tidak akan ke mana-mana.”
            Yesung terdiam melihat interaksi keduanya. Ryeowook, cinta pertamanya, orang yang selalu ada dalam hatinya bagaimanapun ia menghapus nama itu, orang yang juga menjadi adik sematawayangnya.
            Sementara Sungmin, orang yang pernah ia pikir ia cintai. Orang yang ia ambil dari kehidupannya yang indah, orang yang menjadi korban atas keegoisannya untuk menghapus Ryeowook.
            Ia memang bisa menjauh dari Ryeowook. Tapi tidak bisa terus memertahankan Sungmin untuk ia cintai. Segala bentuk kekacauan ini adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.
            Di tempatnya, Kyuhyun termangu. Sungmin yang dulu, hanya mengkhawatirkan Kyuhyun. Sungmin yang dulu, akan berlari panik jika ada yang memukul Kyuhyun. Tapi sekarang, jangankan menghampiri, Sungmin bahkan tidak meliriknya. Dan sekarang, pemuda cantik itu malah menenangkan orang lain.
            Sungmin yang sekarang memang bukan Sungminnya. Bukan lagi.
            Kyuhyun memejamkan matanya kuat-kuat. Kim Ryeowook butuh Lee Sungmin. Bahkan Kim Yesung pun tidak mampu memenangkan hati laki-laki itu. Jadi, cela yang mana lagi yang bisa dimasuki Kyuhyun untuk merebut Sungmin?
            Tidak ada. Kyuhyun sudah kalah. Ia telah kalah tepat bertahun-tahun lalu, saat Sungmin menatap kecewa padanya. Saat Sungmin menangis untuk kali pertama karena luka yang ditorehkannya.
            Luka yang membuat Sungmin menutup diri dalam dunia bernama Kim Ryeowook.
..::.
            Sejam berlalu sejak Sungmin dan Ryeowook tiba di apartemen mereka. Yesung meminta keduanya untuk pulang, sementara ia sendiri melanjutkan pembicaraan bisnis dengan Kyuhyun.
            Sejam itu diisi keheningan. Baik Sungmin maupun Ryeowook tidak mengatakan apa-apa. Sungmin hanya menarik kepala Ryeowook demi menyandarkannya di bahunya.
            “Apa kau membenciku, Hyeong?”
            Kepala Ryeowook menjauh dari pundak Sungmin. Pemuda itu menoleh, sedikit mendongak mencari mata laki-laki di sebelahnya. Pandangan mata Ryeowook mengarah pada Sungmin. Pandangan mata yang dapat diterjemahkan sebagai sebuah tuntutan oleh laki-laki itu. Sungmin menurunkan sejenak pandangannya ke lantai, sebelum akhirnya ia menggeleng tepat saat matanya kembali membalas pandangan pemuda yang lebih muda darinya itu.
            Aniyo,” gumamnya saru, “aku tidak pernah membencimu, Ryeowook-ah. Sekalipun tidak.”
            Ryeowook yang kali ini menurunkan pandangannya. Ditatapnya karpet berwarna pink lembut di bawah kaki mereka. Warna feminin yang hangat. Warna yang dulu begitu difavorikannya karena Sungmin menggilainya, warna yang menjadi tema keseluruhan apartemen ini, warna yang—
            —kali ini membuatnya sedikit takut.
            Pink terlalu ceria, terlalu hangat, terlalu rapuh. Kebahagiaan yang sedikit banyak dapat membutakan siapapun. Termasuk dirinya. Kebahagiaan yang tidak bisa melihat luka pada orang yang ia seret di dalamnya.
            Dan yang terluka itu bernama Sungmin. Lee Sungmin. Laki-laki yang selama ini menemaninya menjadi egois. Menemaninya hidup dalam dunia yang ia ciptakan sendiri. Dunia kanvas dengan batasan-batasan sempit berbentuk persegi.
            “Tidak apa-apa jika kau membenciku.” Suara Ryeowook menggugu. Tapi Sungmin masih bisa mendengar dengan jelas, ada nada angkuh dalam tiap kata pemuda itu. “Aku membuat segalanya menjadi sulit untukmu. Ini masalahku yang tidak bisa menahan diri, padahal kau sendiri selalu percaya padaku. Kau boleh membenciku.”
            Senyum kecil tergantung di wajah Sungmin. Kedua lengannya yang kurus merangkul tubuh mungil pemuda itu, membawanya kembali masuk ke dalam dekapannya. Satu tangannya mengelus-ngelus rambut Ryeowook sayang, sekali lagi menawarkan sebuah kenyamanan.
            “Apa yang kau khawatirkan, Ryeowook-ah?”
            Ryeowook tidak menjawab dengan suaranya, namun ia menggeleng lemah.
            “Jangan mengkhawatirkan apapun.” Sungmin bergerak mencium puncak kepala dongsaeng-nya itu, lalu membisikkan kalimat magis yang selalu berhasil membuat keduanya tenang satu sama lain. “Jangan khawatir, karena aku mencintaimu.”
            Ryeowook memejamkan matanya. Kini, ia memang merasa lebih tenang. Tapi, ada secuil ketakutan dalam ketenangan itu. Ketakutan akan pengingkaran dari kalimat Sungmin. Ryeowook takut. Semakin kalimat itu menenangkan, akan semakin sakit nantinya saat ternyata kalimat itu tidak lagi benar di masa depan mereka.
            Ryeowook tersenyum sinis, mengejek dirinya sendiri. Masa depan? Ryeowook seharusnya sadar lebih awal, malam di mana Sungmin menangis pilu di kamarnya adalah akhir dari hubungan mereka.
            Cho Kyuhyun bukan klien biasa. Ia tidak meminta untuk dibangunkan sebuah rumah. Ia meminta hati Sungmin untuk kembali padanya. Ryeowook tahu itu. Hanya dengan melihat bagaimana Kyuhyun memandang Sungmin, Ryeowook sudah bisa membaca seluruh keadaan.
            Ia memang tidak tahu bagaimana hubungan keduanya di masa lalu. Tapi, perlakuan Kyuhyun yang memeluk Sungmin seolah melengkapi seluruh puzzle yang ada. Sungmin dengan mata terluka ketika kali pertama mereka bertemu, Sungmin yang hanya hidup dalam dunianya sendiri, dan Sungmin yang dulu memeluknya saat ia mengamuk.
            Ryeowook sekarang tahu. Bahkan, mungkin ialah yang paling tahu apa yang terjadi. Ia yakin, ia tahu sebanyak yang Sungmin tahu.
            Dulu. Ryeowook melihatnya sebagai malaikat dengan sebelah sayap yang patah. Karena itu, seluruh lukisan yang ia persembahkan untuk Sungmin, berwujud malaikat. Tapi sekarang, Ryeowook bisa melihat, ada hitam yang menodai sebelah sayapnya yang tersisa.
            Sungmin bukan malaikat semurni itu. Ia tetap manusia yang menyimpan sisi kelam dalam dirinya. Bukankah manusia memiliki sisi malaikat dan iblis dalam dirinya? Sungmin pun begitu. Sebaik apapun ia, se-angelic apapun ia, ia tetap menyimpan dendam dalam hatinya. Dan sisi iblisnya menyimpan dendam itu dengan baik.
..::.
            Langkah itu tersaruk saat tapakannya mendekati ruangan di sana. Kyuhyun berjalan pelan-pelan, mendekati Seohyun yang tengah memasakkan jajangmyeon di dapur untuknya. Kyuhyun selalu suka jajangmyeon, jadi begitu Seohyun melihat Kyuhyun pulang beberapa menit lalu, ia lantas memasakkan mie berwarna hitam itu untuk tunangannya.
            “Hyun-ah …,” panggil Kyuhyun pelan.
            Seohyun berbalik dengan senyum di wajahnya yang bulat. Sesegera mungkin ia mendekati Kyuhyun.
            “Kau sudah makan siang, Oppa? Aku memasakkan jajangmyeon untukmu.” ucapnya riang.
            Ekspresi bahagia Seohyun berbanding terbalik dengan wajah muram Kyuhyun. Gadis itu menghilangkan senyum yang menggantung di bibirnya, lantas memandang khawatir pada Kyuhyun.
            Gwaenchana yo?”
            Kyuhyun menggeleng. Jika itu pada Seohyun, ia tidak perlu berbohong. Seohyun sudah terlalu sering melihatnya serapuh ini.
            “Ayo pulang, Seohyun-ah.” bisiknya pelan. Tangan Kyuhyun terulur, menyentuh  lembut pipi Seohyun dengan telapak tangannya.
            Seohyun mematung. “Kita ada di rumah, Oppa.”
            “Kembali ke Praha.” Kyuhyun mendekatkan tubuhnya demi memeluk tubuh yang sangat mungil milik gadis itu.
            Seohyun membulatkann matanya, antara terkejut dengan ajakan Kyuhyun dan bergetar oleh dekapan itu. “Ke-kenapa?”
            “Kita ke Praha, meninggalkan Seoul selamanya. Lalu menikah.”
            Napas Seohyun berhenti. Untuk beberapa jeda, ia bahkan lupa bagaimana caranya bernapas. “A-apa maksudmu, Kyuhyun Oppa?”
            Kyuhyun menggelengkan kepalanya. Seohyun memang tidak melihatnya, tapi ia tahu Kyuhyun perlahan meneteskan airmata. Ia bisa merasakan tubuh laki-laki itu berguncang pelan.
            “Aku … melepaskannya, Hyun-ah.” aku Kyuhyun kemudian, suaranya serak, terdengar amat pilu dan kesakitan. “Aku melepaskannya.”
..::.

Minggu, 24 Maret 2013

Cruel Fairy Tale Chap 9


Tittle: Cruel Fairy Tale|chap 9: Your Eyes
Author: Minn aka Peri Labu
Pair: KyuMin
Genres: Romance|hurt/comfort
Warning(s): BL| Support pair: MinWook|Crack: KyuSeo|OOC for all cast.

.
.
"Karena dalam matamu, segalaku luruh
.
            Sungmin bekerja seperti orang gila! Empat hari ini, desain yang seharusnya selesai dalam waktu seminggu, habis dikerjakannya. Ryeowook tidak paham, sejak malam di mana ia mendengar Sungmin menangis, ia merasa pemuda itu juga menghilang. Bukan menghilang dalam konteks sebenarnya. Eksistensi Sungmin masih nyata. Beberapa ini ia ada dalam kamarnya, menggambar desain rumah yang akan dibangun di pulau Nami itu.

Rabu, 06 Maret 2013

Cruel Fairy Tale Chap 8


Tittle: Cruel Fairy Tale|chap 8: Break Down
Author: Minn aka Peri Labu
Pair: KyuMin
Genres: Romance|hurt/comfort
Warning(s): BL| Support pair: MinWook|Crack: KyuSeo|OOC for all cast.

.
.
.
Break Down
"Karena semua menjadi berbeda."
.
.

            Eomma?”
            Ryeowook tersentak kaget saat karamelnya menemukan sosok wanita anggun berdiri tepat di depan pintu apartemen. Ia masih memakai celemek melukisnya, bahkan ia masih membawa kain untuk mengelap cat yang menempel di kedua kepalan tangannya, karena mengira Sungmin atau Yesung yang datang.
            Wanita itu tersenyum. “Annyeong, Wookie-yah.”