Tittle: Cruel Fairy Tale|chap 9: Your Eyes
Author: Minn aka Peri Labu
Pair: KyuMin
Genres: Romance|hurt/comfort
Warning(s): BL| Support pair: MinWook|Crack:
KyuSeo|OOC for all cast.
.
.
"Karena dalam matamu, segalaku luruh
.
.
Sungmin
bekerja seperti orang gila! Empat hari ini, desain yang seharusnya selesai
dalam waktu seminggu, habis dikerjakannya. Ryeowook tidak paham, sejak malam di
mana ia mendengar Sungmin menangis, ia merasa pemuda itu juga menghilang. Bukan
menghilang dalam konteks sebenarnya. Eksistensi Sungmin masih nyata. Beberapa ini
ia ada dalam kamarnya, menggambar desain rumah yang akan dibangun di pulau Nami
itu.
Tapi, Ryeowook merasa ia kehilangan Sungminnya. Ia merasa Sungmin tidak ada di dekatnya. Ia merasa, ujung jemarinya tidak lagi bisa menyentuh bayangan Sungmin. Padahal sekarang, Sungmin ada di sana, sibuk dengan koran paginya.
“Hyeong …,” panggil Ryeowook pelan. Cukup
merasa gila dengan segala pemikiran dan perasaannya sendiri.
Sungmin
tidak mendongakkan kepalanya. Matanya menyusuri susunan huruf hangeul di koran, sementara Ryeowook
masih membelakanginya, pura-pura sibuk dengan sarapan mereka.
“Hm?”
“Apa ada masalah dengan Cho Kyuhyun ssi?”
Tubuh
Sungmin menegang, matanya melirik perlahan punggung Ryeowook. “Apa yang kau
bicarakan, Wookie-yah?”
Suara
pisau Ryeowook yang beradu dengan talenan di bawahnya berhenti. Tubuh mungilnya
berbalik, balas menatap Sungmin yang duduk dengan wajah gelisah di tempatnya
saat nama itu disebut Ryeowook.
“Aku
tidak pernah melihatmu goyah, Hyeong!”
Ryeowook menyandarkan tubuhnya. “Aku mungkin tidak peka untuk banyak hal, tapi
kurasa aku bisa memahamimu dengan baik. Apa Cho Kyuhyun ssi merepotkanmu? Apa aku harus meminta Yesung hyeong menggantimu?”
“Ani,
Wookie-yah. Nan gwaenchana …!”
Ryeowook
diam. Sungmin tidak baik-baik saja seperti yang ia katakan. Ryeowook tahu itu.
Ryeowook tidak pernah memperhatikan orang selain dirinya sendiri. Jadi, saat ia
memutuskan untuk memberi perhatian pada Sungmin, ia melakukannya dengan
sungguh-sungguh.
Ia
tidak pernah melihat Sungmin yang seperti ini sebelumnya. Di mata Ryeowook,
Sungmin seperti tiang beton kokoh yang tahan terhadap badai apapun. Tapi
sekarang, ia tahu, tiang itu mulai goyah.
Ini
mungkin agak aneh bagi Ryeowook. Sungmin masih ada di hadapannya, membaca koran
pagi seperti hari-hari kemarin. Tapi Ryeowook tetap merasa Sungmin tidak lagi
di sini. Maksud Ryeowook, Sungmin yang menemaninya saat ini, jelas bukan
Sungmin yang biasa memeluknya. Sungmin yang sekarang, adalah Sungmin yang
berbeda.
Malam
itu, Sungmin menangis. Sesuatu yang tidak pernah laki-laki itu lakukan
sebelumnya. Ryeowook mencengkram ujung celemeknya. Itu benar, Sungmin berubah
sejak saat itu. Sungminnya berubah menjadi Sungmin yang tidak ia kenali.
“Bagaimana
dengan pameranmu, Wookie-yah?”
Sungmin mengalihkan pembicaraan,
tapi kepalanya masih belum menoleh pada Ryeowook.
“Persiapan
sudah selesai. Lusa akan dibuka.” Ryeowook menggigit bibir bawahnya. “Hyeong akan datang, kan?”
Sungmin
tidak langsung menjawab. Itu bukan gestur yang asing, sebab Sungmin biasa
membiarkan Ryeowook menunggu jawabannya. Dan Ryeowook sudah terbiasa dengan hal
itu. Tapi, setelah merasa bahwa Sungmin berubah, entah mengapa kali ini
Ryeowook merasa khawatir.
Bisa
saja jawaban Sungmin akan mengecewakannya, bukan?
“Aku
menyiapkan satu ruang khusus yang kupersembahkan untuk Hyeong.” Ryeowook hampir menangis sekarang. Ketakutan itu menjalar,
memenuhi hatinya. Sungmin hampir tidak pernah membuatnya mengatakan sesuatu
setelah bertanya seperti tadi. “Ja-jadi … kumohon datanglah, Hyeong.”
Sungmin
mengalihkan kepalanya kali ini. Ia menatap Ryeowook sejenak. Wajah lelahnya
tampak menimbang. “Baiklah, Ryeowook-ah.”
sahutnya pelan.
Seandainya
Ryeowook bisa menghilang, ia akan segera menghilang ke tempat di mana hanya ada
dia sendiri. Ryeowook hanya ingin menangis sendiri saat ini. Sebab hatinya,
tidak akan sanggup menahan airmata.
..::.
Jujur
saja, Sungmin benar-benar tidak berminat bertemu dengan siapapun saat ini. Pikirannya
bercabang ke mana-mana. Tidak jelas, dan memusingkan. Tapi, acara makan malam
ini digagas langsung oleh Nyonya Kim, membuat Sungmin tidak memiliki pilihan
kecuali ikut.
Sekarang,
wanita tersebut tengah tersenyum bahagia di ujung meja panjang itu. Yesung ada di
sisi lainnya, tepat berhadapan dengan Ryeowook. Dan Sungmin duduk tepat di sisi
kekasih mungilnya itu. Sesekali, Ryeowook menggenggam tangannya di bawah meja, lalu
melempar senyum menenangkan saat Nyonya Kim mulai fokus berbicara dengan
Yesung. Ryeowook seakan mengerti kondisinya yang tak stabil.
Bukan
seakan. Ryeowook memang mengerti kondisinya. Mengerti entah di bagian mana,
Sungmin sendiri terlalu pusing untuk memikirkannya.
“Bagaimana
denganmu, Sungminni?” tanya Nyonya Kim tiba-tiba.
Seperti
baru saja dipukul, Sungmin tersentak kaget. Apa ia baru saja melamun dan
melewatkan beberapa pembicaraan? Ah! Sepertinya benar. Sebab, ekspresi
kebingungan di wajah Nyonya Kim, Yesung, dan Ryeowook tampak kentara.
“Ah,
aku? Maaf, Omonim.” Sungmin mengerjap
salah tingkah. Merasa bersalah karena tidak fokus. Sementara di bawah meja,
Ryeowook lagi-lagi meremas tangannya lembut. Sungmin melempar senyum tipis pada
Ryeowook, lantas bertanya dengan suara pelan. “Tapi, ini tentang apa?”
Nyonya
Kim tersenyum maklum. “Kau tampak kacau, Min. Apa kau banyak pekerjaan?”
tanyanya khawatir.
Sungmin
hanya tersenyum kaku. Bukan kuantitas pekerjaannya yang banyak. Tapi kliennya
yang membuat kepala Sungmin selalu berdenyut sakit. “Ah, animida, Omonim. Aku hanya kurang tidur beberapa hari ini. Tapi sudah
hampir beres. Jangan khawatir.”
“Jangan
memaksakan diri, Minni-yah. Jangan
sampai sakit hanya karena pekerjaan.”
Sungmin
lagi-lagi hanya tersenyum. Ia tidak hanya sakit. Ia hancur.
“Kau
sudah presentasikan, Sungmin-ah?”
Kali ini Yesung yang bertanya. Keningnya berkerut, tapi ekspresi di wajahnya
tidak terbaca. “Apa kau tidak bekerja terlalu cepat kali ini?”
Sungmin
menggeleng. Sebenarnya, menyelesaikan pekerjaan ini secepat mungkin jauh lebih
baik. Agar ia tidak merasa gila lebih lama. “Tidak apa-apa, Hyeong. Kalau pekerjaan ini selesai
lebih awal, aku bisa membantu di proyek lain. Hyeong juga sangat sibuk, kan? Aku akan segera menyelesaikan
pekerjaanku.”
Yesung
terdiam untuk beberapa saat. Benar yang dikatakan ibunya, Sungmin tampak sangat
kacau. Sinar dalam matanya itu, terlihat padam, bukan lagi redup. Seandainya
saat ini mereka hanya berdua, Yesung bersumpah akan segera merangkul tubuh
rapuh itu.
Saat
ini Sungmin terlihat seperti akan segera pecah berkeping-keping.
“Aigoo~ bukankah kalian tampak sangat
serasi? Mengkhawatirkan satu sama lain!” Nyonya Kim berseru—antara kagum dan takjub.
“Itu
karena Sungmin hyeong memang
mengkhawatirkan, Eomma!” Ryeowook
berseru kencang setelah lama terdiam. Yang secara jelas, dipahami sebagai
bentuk kecemburuan oleh Yesung dan Sungmin.
“Minni-yah, bolehkan Eomma meminta satu hal padamu? Anggap saja ini permintaan terakhir Eomma padamu.” ucap Nyonya Kim lembut, mengabaikan
Ryeowook yang tampak tidak senang.
“Katakan
saja, Omonim.”
Nyonya
Kim tersenyum. Tangannya secara defensif terulur, bermaksud menggapai satu tangan
Sungmin di atas meja.
“Menikahlah
dengan Yesungi.”
DEG!
Yesung
membeku. Sungmin membulatkan matanya. Sementara Ryeowook nyaris berteriak.
“O-omonim … ne-nega …,” Bibir Sungmin bergetar. Ia terlalu terkejut. Belum lagi
satu masalah, sekarang Nyonya Kim seolah-olah mencoba untuk membunuhnya dengan
satu permintaan itu.
Di
atas meja, Nyonya Kim memang meremas tangannya lembut, penuh cinta. Tapi di
bawah meja, tangan Ryeowook menggenggam kuat tangannya. Seolah dengan itu,
Ryeowook memohon dengan sangat untuk tidak pernah mengiyakan permintaan itu.
Sungmin
dilema. Ia bahkan tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.
“Eomma hanya bercanda, Minni-yah.” Nyonya Kim tersenyum lembut.
Tangannya melepas tangan mungil Sungmin. “Meski Eomma sangat berharap. Tapi Eomma
tidak ingin mengintimidasimu. Kau bebas, Min.”
Sungmin
tidak menjawab. Tapi kali ini ia bisa sedikit bernapas setelah beberapa saat
lupa bagaimana caranya menghirup udara. Ryeowook juga tampak lega. Sedangkan
ekspresi di wajah Yesung makin tak terbaca.
Di
sisi lain, Nyonya Kim baru saja menyadari satu hal dari candaannya barusan.
Sesuatu yang membuatnya menghela napas pasrah.
..::.
“Oppa!”
Kyuhyun
baru saja usai menutup pagar besi panti asuhan itu ketika panggilan barusan
terdengar di telinganya. Ia berbalik dengan kening berkerut, namun kemudian
matanya membulat terkejut. Di belakangnya, Seohyun berdiri dengan senyumnya
yang khas.
“Seohyun-ah?” Kyuhyun menelan ludahnya. “Kenapa kau
ada di sini?”
Seohyun
masih tersenyum saat langkahnya mendekat pada Kyuhyun. “Aku baru tiba, Oppa. Ternyata, Oppa benar-benar ada di sini.”
Otak
Kyuhyun berputar cepat. Ia masih berdiri di tempatnya, menghalangi jalan masuk
Seohyun. “Kompetisimu?”
“Sudah
selesai. Aku menyimpan piagamnya di apartemen Oppa.” Seohyun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Menjadi
nomor satu tanpa Oppa ternyata tidak
menyenangkan.” keluhnya.
Kyuhyun
memang tidak merasa benci melihat kehadiran Seohyun di sini—dalam kondisi ini.
Tapi ia tidak bisa untuk tidak terganggu. Kyuhyun akan melemah. Bukan karena ia
mulai memiliki perasaan pada gadis ini. Ia hanya merasa tidak bisa melakukan
banyak hal. Kalau ada Seohyun, Kyuhyun hanya akan merasa bersalah. Sementara
untuk menyentuh hati Sungmin saja, butuh mengorbankan semua perasaan. Kalau
ditambah dengan rasa bersalahnya pada Seohyun, Kyuhyun merasa akan lebih sulit.
“Oppa, aku benar-benar merindukanmu.”
Dan lingkaran
kedua tangan Seohyun di pinggangnya, membuat Kyuhyun paham, selama ini, Sungmin
juga pasti merasakan dilema yang menyakitkan.
Saat
Kyuhyun tiba, Sungmin berada di antara Kim bersaudara. Sekarang, Seohyun tiba.
Kyuhyun baru menyadari, semua kembali dari awal.
..::.
Siwon melirik diam-diam pada Kyuhyun
yang tampak menghela napas berkali-kali. Anak itu sepertinya baru saja
kehilangan rohnya. Tak jauh dari Kyuhyun, Seohyun sedang menyesap nyaman tehnya,
di temani dengan Nyonya Shim yang sedaritadi tidak ingin menjauh dari gadis
itu.
“Senang melihatmu kembali setelah
sekian lama, Seohyun-ah.” ucap Siwon
ramah. Ekspresi anehnya tertutupi dengan wajah tersenyum.
Kyuhyun hampir mengutuk hyeong berlesung pipinya itu.
Seharusnya, Kyuhyun belajar bagaimana menyembunyikan perasaan seolah-olah semua
sedang baik-baik saja. Ekspresinya sekarang mungkin paling buruk dari yang
paling buruk.
“Senang bertemu denganmu juga Siwon Oppa.” Seohyun melirik Kyuhyun. “Berkumpul
begini, rasanya sudah benar-benar lama kami pergi.”
Siwon ikut-ikutan melirik Kyuhyun.
“Ya. Sudah lama. Terlalu lama.”
Kyuhyun mengerang diam-diam. Bagus.
Sekarang, ia merasa Siwon juga tengah menyindirnya.
“Kalian pergi terlalu lama.” Siwon
mengulangi kalimatnya. “Menunggu jadi sangat menyebalkan.”
Seohyun tersenyum, ditatapnya Siwon
lekat-lekat. “Yang terpenting, kami sudah kembali, kan, Oppa?”
Siwon mengangguk untuk itu.
“Ah, Kyuhyun Oppa, bagaimana kalau besok kita jalan-jalan?” tanya Seohyun
tiba-tiba, kali ini perhatiannya murni untuk Kyuhyun. “Aku benar-benar rindu
Seoul.”
Kyuhyun tampak berpikir. Sebenarnya,
hari ini dan besok, ia berencana untuk ke kantor Sungmin—sekedar mencuri
pandang kondisi laki-laki itu. Nyaris seminggu ini mereka tidak bertemu,
Kyuhyun merasa, candunya terhadap Sungmin kembali kambuh.
“Aku dengar, besok ada pameran
lukisan di Sejong Center. Oppa akan
pergi bersamaku, kan?”
Kyuhyun ingin menolak. Sungguh. Tapi
tatapan penuh harap dari Nyonya Shim membuatnya segera mengangguk. Sepertinya,
ia harus menunggu untuk bertemu dengan Sungmin.
“Baiklah, Seohyun-ah. Kita pergi besok.”
Seohyun tersenyum senang. Nyonya
Shim sendiri berterima kasih melalui tatapannya pada Kyuhyun. Sementara di
tempatnya, Siwon seperti teringat sesuatu tentang pameran lukisan.
..::.
Pameran itu sudah dimulai saat
Kyuhyun, Seohyun, dan Siwon tiba. Suasana tampak ramai. Beberapa kolektor
bahkan mulai melirik-lirik lukisan yang mereka minati. Ada banyak lukisan di
sana. Tapi kebanyakan didominasi oleh lukisan abstrak dan pemandangan pulau
Jeju.
Siwon dan Seohyun tampak antusias.
Mata mereka sudah berbinar-binar cerah. Keduanya bahkan tidak menyadari kalau
wajah Kyuhyun sekarang tertekuk masam. Dibandingkan datang ke tempat ramai
begini, Kyuhyun lebih memilih untuk diam di kamarnya.
“Kita jalan sendiri-sendiri
bagaimana?” usul Siwon kemudian. Pandangannya tidak tertuju pada Kyuhyun maupun
Seohyun. Dinding dengan berbagai lukisan di pulau Jeju jauh lebih menarik
perhatiannya sekarang.
“Baik, Oppa!” Dan seruan itu menjadi satu-satunya kata pamit dari Seohyun
sebelum ia berjalan sendiri, meninggalkan Kyuhyun yang melongo bodoh.
Kyuhyun tidak pernah datang ke
pameran lukisan. Wisata paling menyenangkan yang pernah dikunjunginya adalah
rumah Beethoven di negara bagian Jerman yang kini dijadikan museum. Pameran
lukisan begini tampak asing.
“Sungmin hyeong!”
Kyuhyun berbalik secepat kilat.
Meski suara tenor itu jelas-jelas tidak memanggil namanya.
Kyuhyun bisa melihatnya. Sosok
Sungmin yang baru saja tiba bersama Yesung dan seorang wanita paruh baya. Kyuhyun hampir
mendekat jika ia tidak melihat bayangan tubuh mungil yang mendekati tiga orang
itu. Langkah Kyuhyun berhenti. Ia tidak mungkin ada di sana saat Ryeowook juga
hadir.
Akan sangat aneh bagi Kyuhyun.
..::.
Sungmin memang agak lelah. Semalaman
ia menyelesaikan desain rumah yang dipinta Kyuhyun waktu itu. Revisi semalam
adalah yang terakhir. Meski berusaha untuk tampak fit dengan konsumsi
multivitamin, ia tetap tidak bisa menyembunyikan rasa pegal yang menjalar di
tengkuknya.
Sekarang, bukannya berkeliling
bersama Ryeowook, ia malah berjalan sendirian karena kekasihnya itu sibuk
menyapa beberapa tamu penting. Nyonya Kim dan Yesung entah ke mana. Sungmin
kehilangan mereka tadi.
Kalau ada yang membuatnya sangat
antusias datang ke tempat ini, itu adalah ruang khusus yang dijanjikan oleh
Ryeowook. Sungmin melihat beberapa lukisan Ryeowook sebelumnya, tapi ia ingin
melihat keseluruhan lukisan itu dipajang dan dipersembahkan untuknya.
Drrtt
… drrtt …
Sungmin tersentak kecil saat getaran
ponsel itu terasa dari sakunya. Ia merogoh benda mungil itu, dan sebaris pesan
dari nomor Ryeowook terpampang di sana.
From:
Wookie-yah
Pergilah
ke ruang paling kanan, Hyeong. Tunggu aku di sana. Aku hampir selesai.
Sungmin mendesah, tapi ia sedikit
tersenyum. Setidaknya, sekarang ia punya tempat untuk menunggu, tidak
berkeliaran seperti ini.
Ruang paling kanan yang dimaksud Ryeowook
merupakan lorong kecil yang dibuat untuk pameran juga—sama seperti ruang lain.
Yang membuatnya istimewa adalah, lukisan yang dipajang di sana. Kalau
keseluruhan lukisan yang dipamerkan berkonsep abstrak dan natural, maka seluruh
lukisan yang ada di ruangan ini berupa lukisan sosok malaikat dalam persepsi
Ryeowook.
Sungmin terpana. Ada tiga belas
lukisan di sana, semuanya berwujud malaikat. Dan wajah yang tampak adalah wajah
milik Sungmin. Seolah dengan lukisan itu, Ryeowook ingin mengatakan kalau Sungmin
adalah malaikat yang dikirimkan Tuhan untuknya—bahwa Sungmin menempati satu
ruang khusus yang begitu istimewa dalam dunia Ryeowook.
Tap.
Tap. Tap.
Sungmin berbalik cepat saat suara
tapakan sepatu itu semakin mendekat. Ia bersiap mengucapkan terima kasihnya
pada Sang Pelukis. Namun, bukan sosok mungil Ryeowook yang ditemukannya di
ujung lorong itu, melainkan sosok tinggi berambut ikal yang berdiri di sana.
Mata rubah milik Sungmin memicing, menantang karamel milik Kyuhyun yang sama
sekali tampak tak terkejut melihat keberadaan Sungmin di situ.
“Aku …,” Kyuhyun membuka suara.
Matanya menatap sayu ke dalam mata rubah yang mempesona di hadapannya itu. Mendadak,
ia kehilangan kalimatnya.
“Semua lukisan yang ada di sini
tidak ada dalam daftar penjualan. Jadi, silakan ke tempat yang lain, Cho
Kyuhyun ssi.” sahut Sungmin tegas.
Kyuhyun tidak menurut. Ia tidak
datang untuk membeli lukisan. Ia datang terpaksa, dan sekarang, ia bersyukur
ada di sini. Sekarang, ia hanya ingin tetap melihat sosok di hadapannya,
merekam baik-baik seluruh fitur wajah itu dan menyimpannya sampai pertemuan
selanjutnya.
“Anda bisa pergi sekarang!” usir
Sungmin lugas.
Bukannya berbalik pergi, Kyuhyun
malah melangkah mendekat. Ia benar-benar merindukan sosok ini. Ia ingin
melihatnya lebih dekat, menghirup udara yang terkontaminasi dengan aroma vanila
dari sosok itu. Kyuhyun ingin menatap ke dalam matanya, memastikan bahwa sosoknya
masih ada dalam pantulan mata rubah itu—masih ada dalam hatinya.
Sebab, Kyuhyun selalu yakin, dalam
mata Sungmin, ia bisa meluruhkan segalanya. Segala rasa sakitnya, cemasnya,
ketakutannya. Kyuhyun ingin menatapnya lama-lama, mendekapnya untuk memastikan
bahwa ia tidak sedang bermimpi tengah melihat Sungmin.
Sungminnya.
“Saya yang pergi!” Sungmin
memutuskan kesal.
Pemuda itu melangkahkan kakinya,
tapi cengkraman tangan Kyuhyun menahannya untuk menjauh.
“Jebal
… kajima …,” pinta Kyuhyun parau.
Sungmin terdiam. Napasnya berhenti. Ada
sesuatu yang begitu ganjil saat tangan itu menggenggam pergelangan tangannya.
Seharusnya, sekarang Sungmin berontak. Tapi, ia membatu. Seluruh saraf
motoriknya melumpuh untuk sekedar menarik tangannya. Genggaman itu tidak kuat.
Sungmin bisa menghempaskannya dengan satu gerakan ringan. Tapi tidak bisa.
Sungmin tidak bisa bergerak.
Di mulut lorong itu, tanpa keduanya
sadari, sepasang mata bulat milik seorang gadis menatap mereka dengan tatapan
sayu. Satu tangannya terkepal di depan dada, menggenggam kuat agar sakit
dibaliknya tidak begitu terasa.
“Seo Joohyun ssi …,”
Seohyun berbalik secepat kilat. Senyum
manis terpasung di wajahnya saat ia menemukan seorang pemuda mungil berjalan
mendekat.
“Ah, Kim Ryeowook ssi, saya ingin membeli lukisan di
sebelah sana. Bisakah kita membicarakannya sebentar?”
Seohyun menahan langkah Ryeowook
yang mendekati lorong khusus itu. Ryeowook hanya melongo sebentar sebelum
tubuhnya berbalik dengan Seohyun yang mengarahkan jalan. Setengah berharap
Sungmin tidak menunggu terlalu lama di sana. Ia tengah bekerja, Sungmin pasti
paham. Pikirnya.
Seohyun sendiri menghela napas
berat. Kyuhyun tengah berusaha. Dan ia membantunya. Siapapun akan sepakat untuk
mengatainya gadis bodoh. Ya. Gadis bodoh yang tengah membantu tunangannya
sendiri untuk mendapatkan kembali cinta lamanya.
Cinta lama yang tidak pernah mati.
..::.
Sungmin melemah. Cengkraman itu
seakan menyerap habis tenaganya. Membuatnya tak berdaya. Kalau begini terus, ia
bisa tersungkur jatuh.
“Lepaskan.”
Ada jeda lima menit yang hening hingga
akhirnya ia meminta.
Cengkraman itu tidak melemas agar
terlepas seperti yang Sungmin pinta. Kyuhyun bergeming. Tangannya seperti tidak
ingin tertarik dari sana. Kyuhyun juga melemah. Ia tidak bisa melepaskan
genggamannya. Tubuhnya tertumpu di sana. Kalau Kyuhyun melepaskannya, apa ia masih
bisa berdiri setegak ini? Kyuhyun tidak tahu. Ia tidak yakin.
“Kalau begitu, hempaskan.”
Kyuhyun tidak bermaksud untuk
menggoda Sungmin. Ia benar-benar tidak bisa. Seakan ada tali-tali imajiner yang
mengikat tangannya di pergelangan tangan milik Sungmin. Tidak bisa terlepas.
Tidak sanggup menjauh.
“Jangan bercanda!”
Sungmin mengatupkan kedua matanya,
mencoba mengumpulkan tenaga untuk sekedar menghempaskan tangan itu dari
pergelangannya. Tapi, ia tetap tidak bisa.
Siapa
saja, tolong aku!
Sungmin hampir menangis. Tapi sebelum
airmata merembes keluar dari sela-sela bulu matanya, satu tangan yang lain
melepaskan genggaman itu. Melepaskan tangan kurus serupa tali yang mengikatnya
kuat-kuat.
“Tolong, jangan lakukan ini!”
Seohyun melepaskan tautan tangan
Kyuhyun di pergelangan tangan Sungmin. Membuat dua laki-laki itu menoleh
padanya. Seohyun menunduk. Ia sudah memberi mereka waktu. Ia tidak bisa menahan
Ryeowook lebih lama. Ia bekerja sendiri. Bukan hanya Kim Ryeowook yang
ditahannya, tapi juga Nyonya Kim dan Kim Yesung. Seohyun tidak bisa
melakukannya lebih lama lagi.
“Seo Joohyun?” Sungmin mendesis
kaget.
Setelah sekian lama, ia kembali
melihat gadis ini. Gadis yang dicium Kyuhyun bertahun-tahun silam. Gadis yang
juga membuatnya merasakan sakit hati hebat itu.
“Sungmin oppa …,”
“Kalian ada di sini?”
Ryeowook muncul dari mulut lorong,
membuat ketiganya sontak mengalihkan pandangan pada pemuda mungil itu. Seohyun menelan
kembali kalimatnya saat Ryeowook mendekat dengan senyum aneh.
“Saya mencari Anda, Seo Joohyun ssi.” Ryeowook tersenyum pada Seohyun,
lalu mengalihkannya pada Sungmin, dan berakhir pada kernyitan aneh di keningnya
saat melihat Kyuhyun juga ada di situ.
“Saya sedang menjelaskan lukisan. Tapi,
tahu-tahu Anda sudah tidak ada di dekat saya. Ternyata Anda ada di sini.”
Seohyun tersenyum kaku, matanya
sesekali mencuri pandang pada Sungmin. “Maaf. Tadi, saya berpikir untuk
menanyakan tunangan saya tentang lukisan itu.”
Ekspresi aneh Ryeowook berubah
menjadi terkejut. Ia memandang Kyuhyun bergantian dengan Seohyun. Sedetik
setelahnya, ia tersenyum. “Oh, Anda tunangan Cho Kyuhyun ssi?” Pemuda mungil itu mengalihkan pandangannya pada Sungmin. “Bukankah
mereka sangat serasi, Hyeong?”
Sungmin tidak bergerak. Bibirnya terbuka,
namun kaku. Kyuhyun sendiri menatap lekat-lekat pemuda itu, berharap ia akan
mengatakan tidak. Tapi harapan Kyuhyun terlalu jauh. Sebab, sudut bibir Sungmin
justru tertarik ke atas, mengulas sebuah senyum untuk Ryeowook.
“Menurutmu begitu?”
Ryeowook mengangguk. “Mereka sangat
serasi.” ulangnya senang. “Cho Kyuhyun ssi
akan membangun rumah, kan? Dan Seo Joohyun ssi
mencari lukisan. Apa kalian akan segera menikah?”
Seohyun dan Kyuhyun, termasuk
Sungmin menegang. Ketiganya menelan ludah berat. Rumah yang ingin dibangun
Kyuhyun jelas bukan untuk Seohyun. Keduanya tahu itu. Rumah itu justru untuk
orang yang kini merancang desain lengkapnya. Orang yang kini memasang ekspresi
tak tertebak di samping Ryeowook.
“Ka-kami, belum memikirkannya.”
Kyuhyun mencoba bersuara. Meski suara bassnya terdengar bergetar.
Ryeowook mengernyit heran. “Kalian sudah
tunangan. Akan lebih baik jika menikah secepatnya. Iya, kan, Hyeong?”
Sungmin tidak menjawab secara
verbal. Ia hanya mengangguk samar. Sungmin tahu ia tidak pernah berharap kepada
siapa rumah itu diperuntukkan Kyuhyun. Tapi, mendengar kalimat Ryeowook, entah
mengapa membuatnya sedikit kecewa. Rumah itu bukan untuknya, dan bahkan jika
Kyuhyun memberikannya, Sungmin yakin, ia tidak akan menerima. Tapi sekarang,
mendengar orang lain mengatakan bahwa rumah itu untuk Seohyun, rasanya ada yang
aneh.
Tidak rela. Perasaan itu sedikit
merembes ke hati Sungmin. Sedikit saja. Sedikit yang menyebalkan.
‘Kau
memang brengsek, Cho Kyuhyun!’
::tbc::
Tidak ada komentar:
Posting Komentar