Minggu, 24 Maret 2013

Cruel Fairy Tale Chap 9


Tittle: Cruel Fairy Tale|chap 9: Your Eyes
Author: Minn aka Peri Labu
Pair: KyuMin
Genres: Romance|hurt/comfort
Warning(s): BL| Support pair: MinWook|Crack: KyuSeo|OOC for all cast.

.
.
"Karena dalam matamu, segalaku luruh
.
            Sungmin bekerja seperti orang gila! Empat hari ini, desain yang seharusnya selesai dalam waktu seminggu, habis dikerjakannya. Ryeowook tidak paham, sejak malam di mana ia mendengar Sungmin menangis, ia merasa pemuda itu juga menghilang. Bukan menghilang dalam konteks sebenarnya. Eksistensi Sungmin masih nyata. Beberapa ini ia ada dalam kamarnya, menggambar desain rumah yang akan dibangun di pulau Nami itu.

           Tapi, Ryeowook merasa ia kehilangan Sungminnya. Ia merasa Sungmin tidak ada di dekatnya. Ia merasa, ujung jemarinya tidak lagi bisa menyentuh bayangan Sungmin. Padahal sekarang, Sungmin ada di sana, sibuk dengan koran paginya.
            Hyeong …,” panggil Ryeowook pelan. Cukup merasa gila dengan segala pemikiran dan perasaannya sendiri.
            Sungmin tidak mendongakkan kepalanya. Matanya menyusuri susunan huruf hangeul di koran, sementara Ryeowook masih membelakanginya, pura-pura sibuk dengan sarapan mereka.
            “Hm?”
            “Apa ada masalah dengan Cho Kyuhyun ssi?”
            Tubuh Sungmin menegang, matanya melirik perlahan punggung Ryeowook. “Apa yang kau bicarakan, Wookie-yah?”
            Suara pisau Ryeowook yang beradu dengan talenan di bawahnya berhenti. Tubuh mungilnya berbalik, balas menatap Sungmin yang duduk dengan wajah gelisah di tempatnya saat nama itu disebut Ryeowook.
            “Aku tidak pernah melihatmu goyah, Hyeong!” Ryeowook menyandarkan tubuhnya. “Aku mungkin tidak peka untuk banyak hal, tapi kurasa aku bisa memahamimu dengan baik. Apa Cho Kyuhyun ssi merepotkanmu? Apa aku harus meminta Yesung hyeong menggantimu?”
            Ani, Wookie-yah. Nan gwaenchana …!”
            Ryeowook diam. Sungmin tidak baik-baik saja seperti yang ia katakan. Ryeowook tahu itu. Ryeowook tidak pernah memperhatikan orang selain dirinya sendiri. Jadi, saat ia memutuskan untuk memberi perhatian pada Sungmin, ia melakukannya dengan sungguh-sungguh.
            Ia tidak pernah melihat Sungmin yang seperti ini sebelumnya. Di mata Ryeowook, Sungmin seperti tiang beton kokoh yang tahan terhadap badai apapun. Tapi sekarang, ia tahu, tiang itu mulai goyah.
            Ini mungkin agak aneh bagi Ryeowook. Sungmin masih ada di hadapannya, membaca koran pagi seperti hari-hari kemarin. Tapi Ryeowook tetap merasa Sungmin tidak lagi di sini. Maksud Ryeowook, Sungmin yang menemaninya saat ini, jelas bukan Sungmin yang biasa memeluknya. Sungmin yang sekarang, adalah Sungmin yang berbeda.
            Malam itu, Sungmin menangis. Sesuatu yang tidak pernah laki-laki itu lakukan sebelumnya. Ryeowook mencengkram ujung celemeknya. Itu benar, Sungmin berubah sejak saat itu. Sungminnya berubah menjadi Sungmin yang tidak ia kenali.
            “Bagaimana dengan pameranmu, Wookie-yah?” Sungmin           mengalihkan pembicaraan, tapi kepalanya masih belum menoleh pada Ryeowook.
            “Persiapan sudah selesai. Lusa akan dibuka.” Ryeowook menggigit bibir bawahnya. “Hyeong akan datang, kan?”
            Sungmin tidak langsung menjawab. Itu bukan gestur yang asing, sebab Sungmin biasa membiarkan Ryeowook menunggu jawabannya. Dan Ryeowook sudah terbiasa dengan hal itu. Tapi, setelah merasa bahwa Sungmin berubah, entah mengapa kali ini Ryeowook merasa khawatir.
            Bisa saja jawaban Sungmin akan mengecewakannya, bukan?
            “Aku menyiapkan satu ruang khusus yang kupersembahkan untuk Hyeong.” Ryeowook hampir menangis sekarang. Ketakutan itu menjalar, memenuhi hatinya. Sungmin hampir tidak pernah membuatnya mengatakan sesuatu setelah bertanya seperti tadi. “Ja-jadi … kumohon datanglah, Hyeong.”
            Sungmin mengalihkan kepalanya kali ini. Ia menatap Ryeowook sejenak. Wajah lelahnya tampak menimbang. “Baiklah, Ryeowook-ah.” sahutnya pelan.
            Seandainya Ryeowook bisa menghilang, ia akan segera menghilang ke tempat di mana hanya ada dia sendiri. Ryeowook hanya ingin menangis sendiri saat ini. Sebab hatinya, tidak akan sanggup menahan airmata.
..::.
            Jujur saja, Sungmin benar-benar tidak berminat bertemu dengan siapapun saat ini. Pikirannya bercabang ke mana-mana. Tidak jelas, dan memusingkan. Tapi, acara makan malam ini digagas langsung oleh Nyonya Kim, membuat Sungmin tidak memiliki pilihan kecuali ikut.
            Sekarang, wanita tersebut tengah tersenyum bahagia di ujung meja panjang itu. Yesung ada di sisi lainnya, tepat berhadapan dengan Ryeowook. Dan Sungmin duduk tepat di sisi kekasih mungilnya itu. Sesekali, Ryeowook menggenggam tangannya di bawah meja, lalu melempar senyum menenangkan saat Nyonya Kim mulai fokus berbicara dengan Yesung. Ryeowook seakan mengerti kondisinya yang tak stabil.
            Bukan seakan. Ryeowook memang mengerti kondisinya. Mengerti entah di bagian mana, Sungmin sendiri terlalu pusing untuk memikirkannya.
            “Bagaimana denganmu, Sungminni?” tanya Nyonya Kim tiba-tiba.
            Seperti baru saja dipukul, Sungmin tersentak kaget. Apa ia baru saja melamun dan melewatkan beberapa pembicaraan? Ah! Sepertinya benar. Sebab, ekspresi kebingungan di wajah Nyonya Kim, Yesung, dan Ryeowook tampak kentara.
            “Ah, aku? Maaf, Omonim.” Sungmin mengerjap salah tingkah. Merasa bersalah karena tidak fokus. Sementara di bawah meja, Ryeowook lagi-lagi meremas tangannya lembut. Sungmin melempar senyum tipis pada Ryeowook, lantas bertanya dengan suara pelan. “Tapi, ini tentang apa?”
            Nyonya Kim tersenyum maklum. “Kau tampak kacau, Min. Apa kau banyak pekerjaan?” tanyanya khawatir.
            Sungmin hanya tersenyum kaku. Bukan kuantitas pekerjaannya yang banyak. Tapi kliennya yang membuat kepala Sungmin selalu berdenyut sakit. “Ah, animida, Omonim. Aku hanya kurang tidur beberapa hari ini. Tapi sudah hampir beres. Jangan khawatir.”
            “Jangan memaksakan diri, Minni-yah. Jangan sampai sakit hanya karena pekerjaan.”
            Sungmin lagi-lagi hanya tersenyum. Ia tidak hanya sakit. Ia hancur.
            “Kau sudah presentasikan, Sungmin-ah?” Kali ini Yesung yang bertanya. Keningnya berkerut, tapi ekspresi di wajahnya tidak terbaca. “Apa kau tidak bekerja terlalu cepat kali ini?”
            Sungmin menggeleng. Sebenarnya, menyelesaikan pekerjaan ini secepat mungkin jauh lebih baik. Agar ia tidak merasa gila lebih lama. “Tidak apa-apa, Hyeong. Kalau pekerjaan ini selesai lebih awal, aku bisa membantu di proyek lain. Hyeong juga sangat sibuk, kan? Aku akan segera menyelesaikan pekerjaanku.”
            Yesung terdiam untuk beberapa saat. Benar yang dikatakan ibunya, Sungmin tampak sangat kacau. Sinar dalam matanya itu, terlihat padam, bukan lagi redup. Seandainya saat ini mereka hanya berdua, Yesung bersumpah akan segera merangkul tubuh rapuh itu.
            Saat ini Sungmin terlihat seperti akan segera pecah berkeping-keping.
            Aigoo~ bukankah kalian tampak sangat serasi? Mengkhawatirkan satu sama lain!” Nyonya Kim berseru—antara kagum dan takjub.
            “Itu karena Sungmin hyeong memang mengkhawatirkan, Eomma!” Ryeowook berseru kencang setelah lama terdiam. Yang secara jelas, dipahami sebagai bentuk kecemburuan oleh Yesung dan Sungmin.
            “Minni-yah, bolehkan Eomma meminta satu hal padamu? Anggap saja ini permintaan terakhir Eomma padamu.” ucap Nyonya Kim lembut, mengabaikan Ryeowook yang tampak tidak senang.
            “Katakan saja, Omonim.”
            Nyonya Kim tersenyum. Tangannya secara defensif terulur, bermaksud menggapai satu tangan Sungmin di atas meja.
            “Menikahlah dengan Yesungi.”
            DEG!
            Yesung membeku. Sungmin membulatkan matanya. Sementara Ryeowook nyaris berteriak.
            O-omonimne-nega …,” Bibir Sungmin bergetar. Ia terlalu terkejut. Belum lagi satu masalah, sekarang Nyonya Kim seolah-olah mencoba untuk membunuhnya dengan satu permintaan itu.
            Di atas meja, Nyonya Kim memang meremas tangannya lembut, penuh cinta. Tapi di bawah meja, tangan Ryeowook menggenggam kuat tangannya. Seolah dengan itu, Ryeowook memohon dengan sangat untuk tidak pernah mengiyakan permintaan itu.
            Sungmin dilema. Ia bahkan tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.
            Eomma hanya bercanda, Minni-yah.” Nyonya Kim tersenyum lembut. Tangannya melepas tangan mungil Sungmin. “Meski Eomma sangat berharap. Tapi Eomma tidak ingin mengintimidasimu. Kau bebas, Min.”
            Sungmin tidak menjawab. Tapi kali ini ia bisa sedikit bernapas setelah beberapa saat lupa bagaimana caranya menghirup udara. Ryeowook juga tampak lega. Sedangkan ekspresi di wajah Yesung makin tak terbaca.
            Di sisi lain, Nyonya Kim baru saja menyadari satu hal dari candaannya barusan. Sesuatu yang membuatnya menghela napas pasrah.
..::.
            Oppa!”
            Kyuhyun baru saja usai menutup pagar besi panti asuhan itu ketika panggilan barusan terdengar di telinganya. Ia berbalik dengan kening berkerut, namun kemudian matanya membulat terkejut. Di belakangnya, Seohyun berdiri dengan senyumnya yang khas.
            “Seohyun-ah?” Kyuhyun menelan ludahnya. “Kenapa kau ada di sini?”
            Seohyun masih tersenyum saat langkahnya mendekat pada Kyuhyun. “Aku baru tiba, Oppa. Ternyata, Oppa benar-benar ada di sini.”
            Otak Kyuhyun berputar cepat. Ia masih berdiri di tempatnya, menghalangi jalan masuk Seohyun. “Kompetisimu?”
            “Sudah selesai. Aku menyimpan piagamnya di apartemen Oppa.” Seohyun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Menjadi nomor satu tanpa Oppa ternyata tidak menyenangkan.” keluhnya.
            Kyuhyun memang tidak merasa benci melihat kehadiran Seohyun di sini—dalam kondisi ini. Tapi ia tidak bisa untuk tidak terganggu. Kyuhyun akan melemah. Bukan karena ia mulai memiliki perasaan pada gadis ini. Ia hanya merasa tidak bisa melakukan banyak hal. Kalau ada Seohyun, Kyuhyun hanya akan merasa bersalah. Sementara untuk menyentuh hati Sungmin saja, butuh mengorbankan semua perasaan. Kalau ditambah dengan rasa bersalahnya pada Seohyun, Kyuhyun merasa akan lebih sulit.
            Oppa, aku benar-benar merindukanmu.”
            Dan lingkaran kedua tangan Seohyun di pinggangnya, membuat Kyuhyun paham, selama ini, Sungmin juga pasti merasakan dilema yang menyakitkan.
            Saat Kyuhyun tiba, Sungmin berada di antara Kim bersaudara. Sekarang, Seohyun tiba. Kyuhyun baru menyadari, semua kembali dari awal.
..::.
            Siwon melirik diam-diam pada Kyuhyun yang tampak menghela napas berkali-kali. Anak itu sepertinya baru saja kehilangan rohnya. Tak jauh dari Kyuhyun, Seohyun sedang menyesap nyaman tehnya, di temani dengan Nyonya Shim yang sedaritadi tidak ingin menjauh dari gadis itu.
            “Senang melihatmu kembali setelah sekian lama, Seohyun-ah.” ucap Siwon ramah. Ekspresi anehnya tertutupi dengan wajah tersenyum.
            Kyuhyun hampir mengutuk hyeong berlesung pipinya itu. Seharusnya, Kyuhyun belajar bagaimana menyembunyikan perasaan seolah-olah semua sedang baik-baik saja. Ekspresinya sekarang mungkin paling buruk dari yang paling buruk.
            “Senang bertemu denganmu juga Siwon Oppa.” Seohyun melirik Kyuhyun. “Berkumpul begini, rasanya sudah benar-benar lama kami pergi.”
            Siwon ikut-ikutan melirik Kyuhyun. “Ya. Sudah lama. Terlalu lama.”
            Kyuhyun mengerang diam-diam. Bagus. Sekarang, ia merasa Siwon juga tengah menyindirnya.
            “Kalian pergi terlalu lama.” Siwon mengulangi kalimatnya. “Menunggu jadi sangat menyebalkan.”
            Seohyun tersenyum, ditatapnya Siwon lekat-lekat. “Yang terpenting, kami sudah kembali, kan, Oppa?”
            Siwon mengangguk untuk itu.
            “Ah, Kyuhyun Oppa, bagaimana kalau besok kita jalan-jalan?” tanya Seohyun tiba-tiba, kali ini perhatiannya murni untuk Kyuhyun. “Aku benar-benar rindu Seoul.”
            Kyuhyun tampak berpikir. Sebenarnya, hari ini dan besok, ia berencana untuk ke kantor Sungmin—sekedar mencuri pandang kondisi laki-laki itu. Nyaris seminggu ini mereka tidak bertemu, Kyuhyun merasa, candunya terhadap Sungmin kembali kambuh.
            “Aku dengar, besok ada pameran lukisan di Sejong Center. Oppa akan pergi bersamaku, kan?”
            Kyuhyun ingin menolak. Sungguh. Tapi tatapan penuh harap dari Nyonya Shim membuatnya segera mengangguk. Sepertinya, ia harus menunggu untuk bertemu dengan Sungmin.
            “Baiklah, Seohyun-ah. Kita pergi besok.”
            Seohyun tersenyum senang. Nyonya Shim sendiri berterima kasih melalui tatapannya pada Kyuhyun. Sementara di tempatnya, Siwon seperti teringat sesuatu tentang pameran lukisan.
..::.
            Pameran itu sudah dimulai saat Kyuhyun, Seohyun, dan Siwon tiba. Suasana tampak ramai. Beberapa kolektor bahkan mulai melirik-lirik lukisan yang mereka minati. Ada banyak lukisan di sana. Tapi kebanyakan didominasi oleh lukisan abstrak dan pemandangan pulau Jeju.
            Siwon dan Seohyun tampak antusias. Mata mereka sudah berbinar-binar cerah. Keduanya bahkan tidak menyadari kalau wajah Kyuhyun sekarang tertekuk masam. Dibandingkan datang ke tempat ramai begini, Kyuhyun lebih memilih untuk diam di kamarnya.
            “Kita jalan sendiri-sendiri bagaimana?” usul Siwon kemudian. Pandangannya tidak tertuju pada Kyuhyun maupun Seohyun. Dinding dengan berbagai lukisan di pulau Jeju jauh lebih menarik perhatiannya sekarang.
            “Baik, Oppa!” Dan seruan itu menjadi satu-satunya kata pamit dari Seohyun sebelum ia berjalan sendiri, meninggalkan Kyuhyun yang melongo bodoh.
            Kyuhyun tidak pernah datang ke pameran lukisan. Wisata paling menyenangkan yang pernah dikunjunginya adalah rumah Beethoven di negara bagian Jerman yang kini dijadikan museum. Pameran lukisan begini tampak asing.
            “Sungmin hyeong!”
            Kyuhyun berbalik secepat kilat. Meski suara tenor itu jelas-jelas tidak memanggil namanya.
            Kyuhyun bisa melihatnya. Sosok Sungmin yang baru saja tiba bersama Yesung dan  seorang wanita paruh baya. Kyuhyun hampir mendekat jika ia tidak melihat bayangan tubuh mungil yang mendekati tiga orang itu. Langkah Kyuhyun berhenti. Ia tidak mungkin ada di sana saat Ryeowook juga hadir.
            Akan sangat aneh bagi Kyuhyun.
..::.
            Sungmin memang agak lelah. Semalaman ia menyelesaikan desain rumah yang dipinta Kyuhyun waktu itu. Revisi semalam adalah yang terakhir. Meski berusaha untuk tampak fit dengan konsumsi multivitamin, ia tetap tidak bisa menyembunyikan rasa pegal yang menjalar di tengkuknya.
            Sekarang, bukannya berkeliling bersama Ryeowook, ia malah berjalan sendirian karena kekasihnya itu sibuk menyapa beberapa tamu penting. Nyonya Kim dan Yesung entah ke mana. Sungmin kehilangan mereka tadi.
            Kalau ada yang membuatnya sangat antusias datang ke tempat ini, itu adalah ruang khusus yang dijanjikan oleh Ryeowook. Sungmin melihat beberapa lukisan Ryeowook sebelumnya, tapi ia ingin melihat keseluruhan lukisan itu dipajang dan dipersembahkan untuknya.
            Drrtt … drrtt …
            Sungmin tersentak kecil saat getaran ponsel itu terasa dari sakunya. Ia merogoh benda mungil itu, dan sebaris pesan dari nomor Ryeowook terpampang di sana.
            From: Wookie-yah
            Pergilah ke ruang paling kanan, Hyeong. Tunggu aku di sana. Aku hampir selesai.
            Sungmin mendesah, tapi ia sedikit tersenyum. Setidaknya, sekarang ia punya tempat untuk menunggu, tidak berkeliaran seperti ini.
            Ruang paling kanan yang dimaksud Ryeowook merupakan lorong kecil yang dibuat untuk pameran juga—sama seperti ruang lain. Yang membuatnya istimewa adalah, lukisan yang dipajang di sana. Kalau keseluruhan lukisan yang dipamerkan berkonsep abstrak dan natural, maka seluruh lukisan yang ada di ruangan ini berupa lukisan sosok malaikat dalam persepsi Ryeowook.
            Sungmin terpana. Ada tiga belas lukisan di sana, semuanya berwujud malaikat. Dan wajah yang tampak adalah wajah milik Sungmin. Seolah dengan lukisan itu, Ryeowook ingin mengatakan kalau Sungmin adalah malaikat yang dikirimkan Tuhan untuknya—bahwa Sungmin menempati satu ruang khusus yang begitu istimewa dalam dunia Ryeowook.
            Tap. Tap. Tap.
            Sungmin berbalik cepat saat suara tapakan sepatu itu semakin mendekat. Ia bersiap mengucapkan terima kasihnya pada Sang Pelukis. Namun, bukan sosok mungil Ryeowook yang ditemukannya di ujung lorong itu, melainkan sosok tinggi berambut ikal yang berdiri di sana. Mata rubah milik Sungmin memicing, menantang karamel milik Kyuhyun yang sama sekali tampak tak terkejut melihat keberadaan Sungmin di situ.
            “Aku …,” Kyuhyun membuka suara. Matanya menatap sayu ke dalam mata rubah yang mempesona di hadapannya itu. Mendadak, ia kehilangan kalimatnya.
            “Semua lukisan yang ada di sini tidak ada dalam daftar penjualan. Jadi, silakan ke tempat yang lain, Cho Kyuhyun ssi.” sahut Sungmin tegas.
            Kyuhyun tidak menurut. Ia tidak datang untuk membeli lukisan. Ia datang terpaksa, dan sekarang, ia bersyukur ada di sini. Sekarang, ia hanya ingin tetap melihat sosok di hadapannya, merekam baik-baik seluruh fitur wajah itu dan menyimpannya sampai pertemuan selanjutnya.
            “Anda bisa pergi sekarang!” usir Sungmin lugas.
            Bukannya berbalik pergi, Kyuhyun malah melangkah mendekat. Ia benar-benar merindukan sosok ini. Ia ingin melihatnya lebih dekat, menghirup udara yang terkontaminasi dengan aroma vanila dari sosok itu. Kyuhyun ingin menatap ke dalam matanya, memastikan bahwa sosoknya masih ada dalam pantulan mata rubah itu—masih ada dalam hatinya.
            Sebab, Kyuhyun selalu yakin, dalam mata Sungmin, ia bisa meluruhkan segalanya. Segala rasa sakitnya, cemasnya, ketakutannya. Kyuhyun ingin menatapnya lama-lama, mendekapnya untuk memastikan bahwa ia tidak sedang bermimpi tengah melihat Sungmin.
            Sungminnya.
            “Saya yang pergi!” Sungmin memutuskan kesal.
            Pemuda itu melangkahkan kakinya, tapi cengkraman tangan Kyuhyun menahannya untuk menjauh.
            Jebal … kajima …,” pinta Kyuhyun parau.
            Sungmin terdiam. Napasnya berhenti. Ada sesuatu yang begitu ganjil saat tangan itu menggenggam pergelangan tangannya. Seharusnya, sekarang Sungmin berontak. Tapi, ia membatu. Seluruh saraf motoriknya melumpuh untuk sekedar menarik tangannya. Genggaman itu tidak kuat. Sungmin bisa menghempaskannya dengan satu gerakan ringan. Tapi tidak bisa. Sungmin tidak bisa bergerak.
            Di mulut lorong itu, tanpa keduanya sadari, sepasang mata bulat milik seorang gadis menatap mereka dengan tatapan sayu. Satu tangannya terkepal di depan dada, menggenggam kuat agar sakit dibaliknya tidak begitu terasa.
            “Seo Joohyun ssi …,”
            Seohyun berbalik secepat kilat. Senyum manis terpasung di wajahnya saat ia menemukan seorang pemuda mungil berjalan mendekat.
            “Ah, Kim Ryeowook ssi, saya ingin membeli lukisan di sebelah sana. Bisakah kita membicarakannya sebentar?”
            Seohyun menahan langkah Ryeowook yang mendekati lorong khusus itu. Ryeowook hanya melongo sebentar sebelum tubuhnya berbalik dengan Seohyun yang mengarahkan jalan. Setengah berharap Sungmin tidak menunggu terlalu lama di sana. Ia tengah bekerja, Sungmin pasti paham. Pikirnya.
            Seohyun sendiri menghela napas berat. Kyuhyun tengah berusaha. Dan ia membantunya. Siapapun akan sepakat untuk mengatainya gadis bodoh. Ya. Gadis bodoh yang tengah membantu tunangannya sendiri untuk mendapatkan kembali cinta lamanya.
            Cinta lama yang tidak pernah mati.
..::.
            Sungmin melemah. Cengkraman itu seakan menyerap habis tenaganya. Membuatnya tak berdaya. Kalau begini terus, ia bisa tersungkur jatuh.
            “Lepaskan.”
            Ada jeda lima menit yang hening hingga akhirnya ia meminta.
            Cengkraman itu tidak melemas agar terlepas seperti yang Sungmin pinta. Kyuhyun bergeming. Tangannya seperti tidak ingin tertarik dari sana. Kyuhyun juga melemah. Ia tidak bisa melepaskan genggamannya. Tubuhnya tertumpu di sana. Kalau Kyuhyun melepaskannya, apa ia masih bisa berdiri setegak ini? Kyuhyun tidak tahu. Ia tidak yakin.
            “Kalau begitu, hempaskan.”
            Kyuhyun tidak bermaksud untuk menggoda Sungmin. Ia benar-benar tidak bisa. Seakan ada tali-tali imajiner yang mengikat tangannya di pergelangan tangan milik Sungmin. Tidak bisa terlepas. Tidak sanggup menjauh.
            “Jangan bercanda!”
            Sungmin mengatupkan kedua matanya, mencoba mengumpulkan tenaga untuk sekedar menghempaskan tangan itu dari pergelangannya. Tapi, ia tetap tidak bisa.
            Siapa saja, tolong aku!
            Sungmin hampir menangis. Tapi sebelum airmata merembes keluar dari sela-sela bulu matanya, satu tangan yang lain melepaskan genggaman itu. Melepaskan tangan kurus serupa tali yang mengikatnya kuat-kuat.
            “Tolong, jangan lakukan ini!”
            Seohyun melepaskan tautan tangan Kyuhyun di pergelangan tangan Sungmin. Membuat dua laki-laki itu menoleh padanya. Seohyun menunduk. Ia sudah memberi mereka waktu. Ia tidak bisa menahan Ryeowook lebih lama. Ia bekerja sendiri. Bukan hanya Kim Ryeowook yang ditahannya, tapi juga Nyonya Kim dan Kim Yesung. Seohyun tidak bisa melakukannya lebih lama lagi.
            “Seo Joohyun?” Sungmin mendesis kaget.
            Setelah sekian lama, ia kembali melihat gadis ini. Gadis yang dicium Kyuhyun bertahun-tahun silam. Gadis yang juga membuatnya merasakan sakit hati hebat itu.
            “Sungmin oppa …,”
            “Kalian ada di sini?”
            Ryeowook muncul dari mulut lorong, membuat ketiganya sontak mengalihkan pandangan pada pemuda mungil itu. Seohyun menelan kembali kalimatnya saat Ryeowook mendekat dengan senyum aneh.
            “Saya mencari Anda, Seo Joohyun ssi.” Ryeowook tersenyum pada Seohyun, lalu mengalihkannya pada Sungmin, dan berakhir pada kernyitan aneh di keningnya saat melihat Kyuhyun juga ada di situ.
            “Saya sedang menjelaskan lukisan. Tapi, tahu-tahu Anda sudah tidak ada di dekat saya. Ternyata Anda ada di sini.”
            Seohyun tersenyum kaku, matanya sesekali mencuri pandang pada Sungmin. “Maaf. Tadi, saya berpikir untuk menanyakan tunangan saya tentang lukisan itu.”
           Ekspresi aneh Ryeowook berubah menjadi terkejut. Ia memandang Kyuhyun bergantian dengan Seohyun. Sedetik setelahnya, ia tersenyum. “Oh, Anda tunangan Cho Kyuhyun ssi?” Pemuda mungil itu mengalihkan pandangannya pada Sungmin. “Bukankah mereka sangat serasi, Hyeong?”
            Sungmin tidak bergerak. Bibirnya terbuka, namun kaku. Kyuhyun sendiri menatap lekat-lekat pemuda itu, berharap ia akan mengatakan tidak. Tapi harapan Kyuhyun terlalu jauh. Sebab, sudut bibir Sungmin justru tertarik ke atas, mengulas sebuah senyum untuk Ryeowook.
            “Menurutmu begitu?”
            Ryeowook mengangguk. “Mereka sangat serasi.” ulangnya senang. “Cho Kyuhyun ssi akan membangun rumah, kan? Dan Seo Joohyun ssi mencari lukisan. Apa kalian akan segera menikah?”
            Seohyun dan Kyuhyun, termasuk Sungmin menegang. Ketiganya menelan ludah berat. Rumah yang ingin dibangun Kyuhyun jelas bukan untuk Seohyun. Keduanya tahu itu. Rumah itu justru untuk orang yang kini merancang desain lengkapnya. Orang yang kini memasang ekspresi tak tertebak di samping Ryeowook.
            “Ka-kami, belum memikirkannya.” Kyuhyun mencoba bersuara. Meski suara bassnya terdengar bergetar.
            Ryeowook mengernyit heran. “Kalian sudah tunangan. Akan lebih baik jika menikah secepatnya. Iya, kan, Hyeong?”
            Sungmin tidak menjawab secara verbal. Ia hanya mengangguk samar. Sungmin tahu ia tidak pernah berharap kepada siapa rumah itu diperuntukkan Kyuhyun. Tapi, mendengar kalimat Ryeowook, entah mengapa membuatnya sedikit kecewa. Rumah itu bukan untuknya, dan bahkan jika Kyuhyun memberikannya, Sungmin yakin, ia tidak akan menerima. Tapi sekarang, mendengar orang lain mengatakan bahwa rumah itu untuk Seohyun, rasanya ada yang aneh.
            Tidak rela. Perasaan itu sedikit merembes ke hati Sungmin. Sedikit saja. Sedikit yang menyebalkan.
            ‘Kau memang brengsek, Cho Kyuhyun!’
::tbc::

Tidak ada komentar:

Posting Komentar